Rumah Aspirasi HPMB-Raya

Mars HPMB Raya

Saince 28 Juni 2007 Inilah Himpunan Kami HPMB Raya Himpunan Pelajar Mahasiswa Bantaeng Raya  Melangkah Bersama Setia, Teguh dan M...

Senin, 14 November 2016

71 tahun Kemerdekaan Indonesia

Oleh : Adhe Shira
Kabid 1 HPMB Raya cabang Ba'Ba Eja
Ilmu politik UIN Alauddin Makassar

Tidak dipungkiri lagi oleh siapapun bahwa Indonesia merupakan negeri paling sempurna di dunia ini dari berbagai sumber daya alam yang ada indonesia dengan negara tamban emas terbesar di dunia, dan penghasil minyak terbesar di dunia, belum lagi hasil rempah-rempah yang sangat bagus , maka wajar jika kemudian banyak penjajah memiliki daya tarik yang sangat tinggi terhadap karena keunggulan sumberdaya alamnya. Belanda 3,5 abad menjajah Indonesia namun tidak mampu menaklukkan secara geografis demikian deretan penjajah penjajah yang lain, bahkan mereka meninggalkan Indonesia dengan rasa malu dan menunduk karena kelemahan mentalitasnya. Para penjajah mendewakan isi kepala dan hawa nafsunya sementara kemanusiaan dibuang jauh jauh dari tubuhnya, mereka terkalahkan oleh kekuatan para pejuang Indonesia dengan kekuatan rasa cintanya terhadap tanah air, harga diri agama. Mereka rela mengorbankan harta dan nyawa demi NKRI, bahkan sebagian besar dari mereka tidak mencicipi buah/hasil dari perjuanganya. Mereka hanya berharap NKRI utuh, izzah atau kemuliaan sebagai bangsa dan negara terjaga dan generasi berikutnya mampu membawa NKRI kearah yang lebih baik, yaitu merdeka, berkeadilan, sejahtera dan diperhitungkan oleh negara negera lain.

Konsep para pejuang kita dulu sangat kongkrit, visioner dan mudah dimengerti, siapapun tidak akan ada yang berani membatah dan mematahkan di tengah kesederhanaan dan keterbatasan berbagai hal pada saat itu. Tentu jiwa, pemikiran dan hati mereka saat itu masih sangat jernih dan terbebas dari ego pribadi dan kepentingan kelompok. Mereka tidak lagi berfikir bagimana konsekuensi dari perlawanan mereka terhadap segala bentuk penjajahan, yang penting bahwa pembelaan terhadap harkat dan martabat bangsa dan negara sudah mereka tunaikan, selebihnya urusan generasi berikutnya.

Kerja keras, kesungguhan, pengorbanan dan kejujuran para pejuang terdahulu tentu sebagai modal utama dan dasar kemenangan dalam melawan seluruh penjajah yang berganti ganti. Pada saat itu penjajahan identik dihadapkan pada perlawanan fisik walaupun penjajahan budaya juga sudah terjadi. Mereka (Penjajah) tentu tidak hanya ingin meraup sumber daya alam sebanyak banyaknya, namun mereka juga memiliki orientasi/misi mempengaruhi cara berfikir dan bersikap rakyat Indonesia dan dampaknya sudah sangat terasa hingga saat ini.

Sejak tahun 1945 seiring dengan kemerdekaan Indonesia, pada saat itulah Indonesia memulai kehidupan baru untuk menata dirinya sendiri. Kepemimpinan Soekarno adalah awal terbangunya berbagai pemikiran dan konsep pembangunan Indonesia walaupun pada era Soekarno eforia politik lebih dominan di bandingkan pembangunan. Kemudian Orde Lama (OrLa) tumbang dan dilanjutkan oleh Soeharto dan selama 32 tahun Indonesia dalam kendalinya. Era ini (Orba) Soeharto menata Indonesia lebih serius yaitu memulai dengan pembangunan secara umum terutama sektor pertanian. Soeharto dengan latar belakang militer lebih domina memimpin, bahkan legislatif bisa ia kendalikan selama 32 tahun hingga hak hak asasi manusia dan kebebasan berkumpul dan berserikat di batasi salah satunya pembatasan partai hanya 3 partai (PPP, PDI dan Golkar). Soeharto jatuh dengan sangat cepat melalui gerakan rakyat bersama mahasiswa karena kediktatoran semakin menguat sehingga pada tahun 1998 Soeharto turun secara baik.

Kemudian berlanjut pada kepemimpinan Gusdur, Megawati, SBY dan sekarang di lanjutkan oleh Jokowi. Rakyat masih juga belum beranjak dari kesulitan ekonomi dan sosialnya oleh 4 presiden pasca Soeharto ini. Angka kemiskinan, pengangguran dan kerawanan sosial hampir merata diseluruh Indonesia akibat dari regulasi/kebijakan yang tidak terlalu serius memihak rakyat (setengah hati).

Eforia pada periode pasca reformasi adalah proses mencari bentuk namun pada saat yang bersamaan diselimuti oleh eforia rakus menguasai dan menikmati berbagai sumberdaya di Indonesia baik melalui jalur birokrasi, politik dan bisnis. Pemerintah asyik dengan indikator indikator kesuksesan perjuanganya, sementara rakyat masih menjerit karena tekanan hidup akibat kemiskinan dan pengangguran yang tak kunjung padam.

Eksekutif, Legislatif, Yudikatif dan instrumen lainya lebih disibukkan oleh kepentingan individu, kelompok dan intervensi asing melalui berbagai jalur khsusnya jalur ekonomi dan politik. Masalah rakyat tidak kunjung berkurang bahkan bertambah hingga mebakar kemarahan rakyat. Rakyat bertanya tanya sebenarnya mereka sedang melakukan pekerjaan apa dan untuk siapa?

Seolah pemerintah tutup mata dan tutup telingga terhadap jeritan dan masalah yang menerpa rakyat saat ini. Hal ini diperparah oleh prilaku media yang semakin menjauh dari keperpihakan terhadap rakyat namun lebih berpihak pada pemilik modal yang nota bene adalah pemanfaat dan pengambil keuntungan.

Kata kata sejahtera yang setiap kali mengggaung di setiap kampanye dan janji pesta demokrasi hanya dijadikan sebagai selogan semata, namun jauh dari realita. Rakyat sekali lagi dijadikan korban kepentingan mereka pada saat yang sama mereka merasa bersalah bahkan suka berpesta dan tertawa. Lalu?

Apakah sebebarnya yang menerpa para pemimpin negeri ini?

Seolah mereka membiarkan begitu saja kesulitan rakyat, pada saat yang sama ia ingin tetap dipuji dimedia dan berbagai acara.

Sungguh ini negeri paling unik dan aneh selepas ditinggalkan oleh para pejuang bangsa. Mereka telah menghianati manah manah para pejuang bangsa terdahulu. Rakyat nasipnya digadaikan oleh orang lain dan negeri ini seolah hampir rapuh tiada berdaya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar