Kabid 1 Cabang Ba'Ba Eja HPMB-Raya
Sejarah yang dipersepsi sebagai yang bergerak maju memiliki masalah. Kita pun tersedot perhatiannya pada segala sesuatu yang positif dan terukur. Sementara gerak sejarah tak hanya menghasilkan kemajuan positif, tetapi juga jejak-jejak negatif.
Sejarah sebagai dialektika positif membuat kita lalai memeriksa negativitas. Negativitas bukan isyarat perbaikan. Dia bukan got mampat dan banjir yang dapat diperbaiki secara struktural. Negativitas adalah lonceng abadi yang menyabot perhatian kita bahwa masa depan adalah ketidakmungkinan bagi sebagian orang.
Pertumbuhan senantiasa menyoroti pencapaian positif di masa depan. Sementara negativitas bersembunyi di dalam kekinian yang buram. Dia bersemayam di dalam kisah orang-orang yang berkesusahan.
Nelayan, petani, perumput laut adalah negativitas itu. Bayangkan! Setelah 12 jam bekerja , nelayan di sana hanya mampu memperoleh ikan sekitar 15 kilogram dengan harga jual Rp 320.000. Dengan penghasilan tersebut, keuntungan yang diperoleh hanya Rp 120.000. Petani yang zetiap hari berikeras menggarap kebun mereka, namun tak mengatarkan mereka ke titik kesejahteraan, orang pesisir berkerja keras siang malam(berumput laut) yang juga tak dapat menemukan titik terang dalam keseharian, belum lagi beberapa tahun kedepan mata pencaharian mereka akan lenyap seiring berjalan nya waktu dengan adanya limbah industri nikel yang saat ini sedang di bangga2kan pemerintah daerah bantaeng, konong katanya dengan jalan ini dapat mengantarankan masyarakat kecamatan pajjukukang dan masyarakat bantaeng pada umumnya pada titik kesejahteraan di masa depan. Setiap nelayan, petani, perumput alaut jika di kalkulasi hanya memperoleh sekiatar Rp 60.000. Uang sebesar itu hanya cukup untuk kebutuhan sehari-hari. Tabungan tidak ada dan masa depan pun menjadi deus absconditas bagi para masyarakat.
Pertumbuhan senantiasa menyoroti pencapaian positif di masa depan. Sementara negativitas bersembunyi di dalam kekinian yang buram. Dia bersemayam di dalam kisah orang-orang yang berkesusahan.
Nelayan, petani, perumput laut adalah negativitas itu. Bayangkan! Setelah 12 jam bekerja , nelayan di sana hanya mampu memperoleh ikan sekitar 15 kilogram dengan harga jual Rp 320.000. Dengan penghasilan tersebut, keuntungan yang diperoleh hanya Rp 120.000. Petani yang zetiap hari berikeras menggarap kebun mereka, namun tak mengatarkan mereka ke titik kesejahteraan, orang pesisir berkerja keras siang malam(berumput laut) yang juga tak dapat menemukan titik terang dalam keseharian, belum lagi beberapa tahun kedepan mata pencaharian mereka akan lenyap seiring berjalan nya waktu dengan adanya limbah industri nikel yang saat ini sedang di bangga2kan pemerintah daerah bantaeng, konong katanya dengan jalan ini dapat mengantarankan masyarakat kecamatan pajjukukang dan masyarakat bantaeng pada umumnya pada titik kesejahteraan di masa depan. Setiap nelayan, petani, perumput alaut jika di kalkulasi hanya memperoleh sekiatar Rp 60.000. Uang sebesar itu hanya cukup untuk kebutuhan sehari-hari. Tabungan tidak ada dan masa depan pun menjadi deus absconditas bagi para masyarakat.
Pertumbuhan senantiasa menyoroti pentingnya pasokan. Saat nelayan, petani, perumput dan juga sebagian besar petani, nelayan, perumput laut lainnya gagal dalam hal panen, belum lagi pemerintah yang berlebihan dalam hal memberikan informasi kepada media “Bahwa Bantaeng tidak layak miskin” dengan melihat kekayaan sumber daya alam yang ada, namun SDM yang sangat rendah sehingga tak mampu mengelolah SDA yang ada . Sehingga pemerintah melakukan segala hal “membuka segala sektor yang ada”demi mengejar angka pertumbuhan ekonomi .
Kita tidak pernah berpikir tentang masa depan para petani , perumput laut nelayan yang hidupnya setiap hari bercucuran keringat demi menghidupi kelurganya, Masa depan adalah tugas dan tanggung jawab pemerintah daerah, sehingga sektor industri pun di buka yang nantinya mengatasi pengangguran dikabupaten bantaeng. Kita berharap dengan adanya sektor industri dapat memberikan jalan keluar bagi masyarakat dalam dalam hal kesejahteraan di masa depan kelak.
Saya memang sinis dengan upaya mengukur masa depan. Hasil perkebunan tidak dapat diserahkan kepada indikator-indikator makro dalam diktum pertumbuhan.
Kita tidak pernah berpikir tentang masa depan para petani , perumput laut nelayan yang hidupnya setiap hari bercucuran keringat demi menghidupi kelurganya, Masa depan adalah tugas dan tanggung jawab pemerintah daerah, sehingga sektor industri pun di buka yang nantinya mengatasi pengangguran dikabupaten bantaeng. Kita berharap dengan adanya sektor industri dapat memberikan jalan keluar bagi masyarakat dalam dalam hal kesejahteraan di masa depan kelak.
Saya memang sinis dengan upaya mengukur masa depan. Hasil perkebunan tidak dapat diserahkan kepada indikator-indikator makro dalam diktum pertumbuhan.
Namun, tidak berarti masa depan sama sekali tanpa ukuran. Bagi saya, masa depan bukan angka dan peringkat. Masa depan diukur berdasarkan perubahan radikal koordinat ketidakmungkinan mereka yang tidak beruntung. Perubahan radikal ini tidak teraba di dalam indikator-indikator makro. Dia hanya teraba di dalam militansi politik yang berpihak kepada mereka yang tidak bermasa depan.
Kemajuan daerah ini tidak disandarkan pada jumlah modal asing yang masuk. Dia diukur berdasarkan sejauh mana nelayan, petani, perumput laut dapat menabung sehingga memiliki masa depan. Sejauh mana jaminan sosial membikin orang miskin penderita penyakit kronis tetap memiliki harapan. Bantaeng, singkat kata, adalah masa depan bagi semua, bukan segelintir orang. Bantaeng adalah masa depan bagi dia yang tidak bermasa depan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar