Rumah Aspirasi HPMB-Raya

Mars HPMB Raya

Saince 28 Juni 2007 Inilah Himpunan Kami HPMB Raya Himpunan Pelajar Mahasiswa Bantaeng Raya  Melangkah Bersama Setia, Teguh dan M...

Jumat, 18 November 2016

Telikungan Kapitalisme Global dalam Sejarah Kebangsaan indonesia

Buku yang di Tulis Oleh Hasyim Wahid

TELIKUNGAN KAPITALISME GLOBAL 
OPERA SABUN REFORMASI
(Pengantar Dari Penerbit)

            Sejak mulai  awal berdirinya, hingga kini, agaknya nama Indonesia tidak pernah  lepas dari Konstalasi Dunia ( global ). Dalam Sejarah Indonesia, banyak bukti menunjukkan bahwa Indonesia sering dikendalikan oleh wacana “Asing” yang Kadang berwatak Imprealistik. Bangsa Indonesia sering dijejali atau terpakau dengan wacana dari “luar” yang (kadang) membuat Indonesia masuk dalam Lingkarang Hegemoni. Sebut saja misalnya kosakata berikut : Nasion-State (Negara-Bangsa), Politik Etis, Nasionalisme, Demokrasi, Developmentalisme (Pembangunanisme) Dan Sebagainya. Persoalannya bukan sekedar dikotomi antara “Barat” dan “Timur”  yang berwatak Dangkal dan Picik itu, akan tetapi adalah pada soal bahwa Wacana-Wacana diatas yang (Kebetulan) berasal dari Barat itu sering berefek Menjajah dan Menelikung.
Indonesia lantas tidak sekedar masuk dalam lingkaran wacana (Barat) yang menggerus dirinya, akan tetapi juga masuk dalam cengkraman Imprealisme Global yang sangat Hegemonik. Indonesia dijajah dan dikendalikan, misalnya dalam Aspek Sosial, Politik, Ekonomi, Ideologi, Budaya dan Seterusnya. Dan Gurita Imprealisme yang Hegemonik, yang Menjajah dan Menelikung, Indonesia (Juga Negara-Negara Berkembang Lainnya) itu bernama Kapitalisme Global. Dominasi Kapitalisme Global itu, hampir-hampir telah Menyeluruh dan Total. Dari dulu hingga kini, betapa banyak peristiwa dan sejarah ditanah air yang dicampurtangani bahkan dibikin atau direkayasa oleh Imprealisme/Kapitalisme Global. Kita kadang terperangah dan sama sekali tidak menyadari hal itu. Sebut saja diantaranya : Drama Politik PKI, keruntuhan  Orde Lama dan naiknya Orde Baru, Peristiwa Malari, Berbagai Pemberontakan Sparatis Di Tanah Air, Infasi, Dan Penyerbuan Ke Timor-Timor, Tumbangnya Soeharto (Orde Baru), Euphoria Reformasi dan Masih Banyak Lagi.

             Maka, sebuah upaya untuk melakukan perubahan di Tanah Air, tanpa mengaitkannya dengan Struktur Kapitalisme/Imprealisme Global, tentu akan menemui jalan buntu. Soalnya upaya Demokratisasi tidak sekedar berhadapan dengan  negara  (kekuasaan ), militer, elit politik, elit ekonomi, dan semacamnya, akan tetapi secara lebih luas dan lebih dalam akan berhadapan dan membentuk struktur kapitalisme-imprealisme global yang Dominatif dan Hegemonik. Untuk itu, “Pembacaan Ulang” terhadap sejarah kebangsaan Indonesia serta Analisis dan Pembongkaran terhadap wacana kapitalisme-imprealisme global tentu sangat urgen bagi upaya Civic Education (Pendidikan Politik untuk Warga Negara), soalnya sebagaimana ditulis dalam buku yang ada di tangan Anda ini, “Setiap Upaya Diagnosa Dan Terapi Atas Persoalan Yang Terjadi  Di Indonesia Tanpa Melihat Keterkaitannya Dengan Konstelasi Global, Niscaya Akan Menemui Kegagalan” .
Buku Telikungan Kapitalisme Global  dalam Sejarah Kebangsaan  Indonesia  ini, merupakan “Pembacaan Ulang” yang Cerdas, Tajam, Padat, dan sudah barang tentu Provokatif terhadap sejarah kebangsaan Indonesia , dari dulu hingga kini, mulai dari era berdirinya Indonesia hingga bercokolnya dinasti Kapitalisme Global, mulai dari era-era awal Indonesia ditemukan, hingga Era Reformasi seperti saat ini. Beberapa sisi “ Pembacaan Ulang”nya mungkin tidak asing bagi telinga kita, akan tetapi juga ada beberapa sisi bahkan banyak diantaranya yang kadang belum kita ketahui, dan untuk itu mengejutkan kita. Salah satu keunggulan Analisis Penulisan buku ini adalah terletak pada Sistematika, keruntutan dan keutuhannya dalam menganalisis dan data disana-sini yang tergolong baru dan otentik, bahkan tidak kita temukan dalam discourse dan wacana “Resmi” yang kita kaji dan kita kunya selama ini.
Penulis buku ini, Hasyim Wahid (yang sebenarnya layak diberi predikat Kiai Haji), agaknya punya indera ke enam, ketajaman dan kemampuan Intelejen serta Informasi Alternatif yang tidak dipunyai oleh orang kebanyakan . maka mungkin bisa dimaklumi jika buku ini nanti memicu Kontroversi dan Polemik, serta mengundang Pro dan Kontra. Hasyim Wahid, yang akrab dipanggil Gus Lim, agaknya merupakan sosok “Misterius” yang entah mengapa sering menghindar dari publikasi. Adik KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) ini adalah sosok yang aktif bergerak dalam lipatan-lipatan sejarah ditanah air, ikut menceburkan diri dalam arus perubahan, tetapi lebih sering berada di belakang layar, dari pada menampakkan diri dimedia massa dan hingar bingar publikasi. Diam-diam, Gus Lim sebenarnya merupakan sosok nyentrik yang punya mobilitas sosial dan basis Intelektual /Konseptual yang memadai. Dia tipe petualang ide yang mengasah pemikirannya secara otodidak. Kemisteriusan atau keajaiban? . Gus Lim sebagai sosok sipil misalnya terletak pada  “ Mata Rangkap” dan kemampuan Intelejennya dalam menangkap beberapa fenomena yang merupakan hal yang rahasia, seperti kita baca dalam (beberapa Bagian) buku ini.

              Analisis tentang indonesia dan konstelasi global dalam buku ini secara sederhana dibagi dalam tiga fase sejarah dengan berbagai varian di dalamnya, yaitu periode pra-kemerdekaan yang dibatasi pada masa munculnya semangat nasionalisme, masa kemerdekaan dibawah pengaruh perang dingin, dan masa Orde Baru yang berjuang pada era reformasi. Dalam buku ini, Gus Lim Banyak menganalisis dan melontarkan hal-hal yang menurut persepsi umum “tidak dikatakan” dan”tak terkatakan” sekaligus.
Maka jangan heran, setelah memunculkan data, argumentasi dan analisis yang cukup menyakinkan, berbeda dengan optimisme dan heroisme publik yang kadang naif, Gus Lim memandang bahwa gegap gepita “perubahan” yang telah, sedang dan akan terjadi pada era tumbangnya soeharto (Orde Baru) dan setelahnya adalah sekadar merupakan episode dari pentas “Opera Sabun Reformasi”, suatu kosakata yang bernada sinisme, namun sekaligus jenaka dan berbau komedi. Meski menkritik dan menohok setajam itu, Gus Lim tetap tidak kehilangan optimisme, dalam buku ini dia juga menawarkan beberapa  alternatif yang layak kita coba, pada saat ini maupun dimasa mendatang.

             Buku  yang singkat, padat dan (mungkin) memicu perdebatan ini agaknya memerlukan elaborasi, lacakan yang dilontarkan sangat perlu dikeroyok dan diperluas secara lebih baik dan apresiatif. Bacalah dan bersiaplah menjemput ” kesadaran” Baru


M. Arif Hakim
Yogyakarta, 20 Agustus 1999


"Untuk Raja Sima,  Konsolidasi Politik Pertama di Nusantara dan untuk pihak yang membuat kami Tertawa"

TELIKUNGAN KAPITALISME GLOBAL
DALAM SEJARAH KEBANGSAAN 
INDONESIA 


PENDAHULUAN 

            Peberadaan Negara Bangsa Indonesia tidak bisa lepas dari Konstalasi Global Internasional. Bahkan bisa dikatahkan Sejarah Indonesia merupakan perpanjangan tangan dari pertarungan kepentingan Sosial, Politik, Ekonomi, dan wacana yang sedang bermain di dunia Internasional. Tanpa mengurangu rasa hormat kepada Negara-Bangsa Indonesia dan para pendirinya, dapat dikatakan bahwa nama indonesia adalah temuan Linguistik-Filologis dari seseorang ilmuan jerman yang bernama A. Bastian. Ini berarti, setiap upaya untuk memberikan diagnosa dan terapi atas persoalan yang terjadi di Indonesia tanpa melihat tanpa melihak Konstelasi Global, niscaya akan menemui kegagalan . Hal ini terlihat dari  kemacetan berbagai Analisis dan Gerakan yang dilakukan oleh para aktivis maupun Intelektual dalam menuntut dan menyikapi perubahan di Indonesia. Kebanyakan mereka melihat Indonesia sebagai entitas tersendiri yang lepas dari Konstelasi Internasional. Akibatnya mereka hanya melihat persoalan, sehingga tidak bisa menemukan akar persoalan yang sebenarnya.

              Karena hal inilah, maka perlu dilakukan analisis secara Komprehensif  atas Sejarah Kebangsaan Indonesia dan kaitannya dengan Kepentingan Global Internasional. Dari sini diharapkan akan dapat ditemukan akar persoalan yang sebenarnya.untik melihat keterkaitan berbagai Peristiwa Global dengan  Sejarah Kebangsaan yang terjadi di Indonesia, berikut ini dipaparkan beberapa penggal sejarah internasional dan pengaruhnya, baik secara Politis, Ekonomis, dan Sosiologis terhadap masyarakat Indonesia. Dalam hal ini  akan dibagi tiga fase Sejarah Indonesia dengan berbagai varian di dalamnya; yaitu Periode Pra-Kemerdekaan yang dibatasi pada masa munculnya semangat Nasionalisme, Masa Kemerdekaan, di bawah Pengaruh Perang Dingin Dan Masa Orde Baru yang berujung pada Era Reformasi.

A.  Masa Pra Kemerdekaan 
          Masuknya penjajah asing  di Indonesia pada tahun 1596 merupakan babak awal tertanamnya pengaruh barat di bumi Indonesia. Berdirinya VOC pada tahun 1602 merupakan tonggak monumental jatuhnya nusantara pada Belanda secara Ekonomis maupun Politis. Pada Era Penjajahan ini negara-negara Kapitalis Barat menenamkan pengaruhnya sekaligus mengendalikan kehidupan masyarakat Hindia Belanda, Meskipun terjadi berbagai gerakan perlawanan dan pemberontakan dengan Intensitas yang berbeda-beda. Baru pada dekade terakhir abad ke-19 terjadi perubahan yang berarti dalam kehidupan masyarakat Hindia Belanda sebagai dampak dari  adanya  perubahan yang mendasar di kalangan berbagai negara-negara barat di Eropa ini dapat disebut dengan era “Kebangkitan Nation State”

a.  Era Kebangkitan Nation-State

            Pada tahun 1890-an seorang pemikir perancis bernama Ernest  Renan. Melontarkan kajian dibidan Politik dalam upayanya menemukan konsep Nasionalisme. Konsep ini tertuang dalam bukunya yang berjudul Wahat Is  a Nation ? (Apakah Bangsa Itu). Pemikiran Ernast Renan ini memberikan pengaruh yang cukup besar di Eropa. Dengan konsep ini muncul berbagai Negara-Bangsa di Eropa. Terjadinya perubahan di Negara-Negara ini berdampak pada Negara-Negara jajahan termasuk Hindia Belanda.

            Bersamaan dengan munculnya Negara Bangsa di Eropa, pemerintah Kolonial Belanda memberlakukan Kebijakan Politik Etis atas Hindia Belanda. Sebagaimana ditulis dalam sejarah, menjelang paro ke-2 abad ke-19 terjadi persaigan yang hebat antara berbagai kekuatan Eropa di Asia Tenggara. Inggris memperkukuh kedudukannya di Sigapura, Semenaajung, Malaya dan Burma ; perancis memperluas Dominasinya atas Kamboja, dan Laos, menyebabkan Muangthai menjadi negara penyangga dan satu-satunya negara merdeka di Asia Tenggara. Perang  Spanyol-Amerika  tahun 1898 memerdekakan Bangsa Filifina dari cengeraman Bangsa Spanyol, namun jatuh dalam kekuasaan Amerika Serikat. Pendeknya Asia Tenggara mengalami penataan baru tatkala terjadi perluasan kawasan pengaruh berbagai kekuatan dunia secara pasti (Akira Nagazumi, 1989;26).

              Disamping perubahan yang terjadi dikawasan Eropa akibat munculnya konsep Negara-Bangsa, perubahan dikawasan Asia Tenggara ini mempengaruhi politik kolonial Belanda. Perubahan ini secara monumental terlihat dalam kebijakan Politik Etis. Kebijakan ini bermula dari usulan seorang pengacara dari mantan pejabat peradilan kolonial yang menjadi anggota Parlemen Negari Belanda yang bernama C. Th. Van Deventer. Pada tahun 1899 Van Deventer menulis sebuah usulan yang berjudul “Utang Budi” yang mengemukakan bahawa Bangsa Belanda berutang Kepada Hindia Belanda oleh keuntugan yang diperolehnya selama dasawarsa-dasawarsa yang lalu. Atas dasar ini, pidato Ratu Wilhelmina dari tahta tahun 1901 mengumandangkan bermulanya zaman baru dalam Politik Kolonial, yang lazim disebut Politik Etis.
Dampak paling nyata dari kebijakan Politik Etis ini adalah terbukanya kesempatan yang makin luas dikalangan pribumi untuk memperoleh pendidikan modern ala Barat. Pada mulanya kesempatan ini diisi oleh golongan priyayi, namun karena adanya kebutuhan tenaga birokarasi yang makin meningkat, sebagai akibat dari perubahan peraturan pemerintah mengenai jabatan birokrasi (burger, 1956), akhirnya banyak juga anak priyayi rendah dan bahkan anak orang biasa yang masuk dalam pendidikan Barat. Akibat lebih jauh dari kondisi yang demikian adalah terjadinya perubahan struktur social masyarakat Hindia Belanda.
Struktur social masyarakat Hindia Belanda (khususnya Jawa) yang dulunya hanya terdiri dari golongan priyayi kraton dan rakyat jelata (Moertono,1968). Kini bergeser karena adanya kelompok professional baru yaitu para birokrat yang secara social mendapat sebutan priyayi. Pada mulanya golongan priyayi kraton menempati posisi yang tinggi di kalangan masyarakat. Dengan masuknya pemerintah colonial, posisi ini menjadi tergeser. untuk mempertahankan posisinya ditengah masyarakat dan rekyat jelata, para priyayi kraton tidak segan-segan menjadi alat dari pemerintahan colonial. Pengulangan gejala social ini terulang pada akhir, abad ke-20 sebagaimana akan dijelaskan dalam paparan berikutnya.

              Pertarungan ini terlihat jelas dalam organisasi Boedi Otomo (BO) yang berdiri pada tahun 1908. Disini terjadi pertarungan yang tajam antara golongan priyayi (jawa) konservatif yang ingin mempertahankan posisinya dimasyarakat maupun dalam jabatan pemerintahan dengan golongan priyayi muda yang lebih berorientasi Barat yang lebih modern, liberal dan terbuka (Robert Van Niel, 1984; 88). Dengan gagasan-gagasannya yang cemerlang, kelompok yang terakhir ini berhasil menggusur kelompok konservatif dari tubuh Buedi Otomo (BO). Lewat organisasi ini kelompok muda yang dipimpin oleh dr. Sutomo, dr. Gunawan Mangunkusumo, dan dr. Rajiman yang berhasil menkomunikasikan pemikiran Barat mengenai Nasionalisme. Organisasi ini menunjukkan pengaruh usaha-usaha barat untuk mengubah kehidupan social dan ekonomi Hindia Belanda dengan berpikir dan bertindak secara Barat modern (Ibid;83).
Karena pengaruh Pemikiran Barat Yang dibawa oleh kelompok kaum Muda yang berhasil mengeyam pendidikan modern ala Barat dan didukung oleh perubahan-perubahan yang terjadi dinegara Barat akibat munculnya Negara Bangsa, akhirnya semangat Nasionalisme berhasil mempengaruhi wacana kalangan masyarakat Hindia Belanda. Akibat Lebih lanjut dari suasana social politik internasional yang demikian, berdirilah organisasi-organisasi kepemudaan dan kemasyarakatan. Namun karena keterbatasan jangkauan dan interaksi, semangat nasionalisme yang ada masih bersifat otomis, sebagaimana tercermin dari dari bbentuk dan corak organisasi yang hanya bersifat etnis dan local. Semangat kesatuan dan persatuan belum tercermin dalam jiwa Nasionalisme Kaum muda dan Masyarakat Hindia Belanda pada saat itu.
Dapat dikatakan, pengaruh era nasion-state yang berkembang di Eropa dan didukung oleh kebijakan Politik Etis pemerintah Kolonial Belanda terhadap masyarakat Hindia Belanda adalah lahirnya oerganisasi-organisasi rakyat yang bersifat local (Island People) dan sectarian sepert Jomg Jawa, Jong Sumatra, Jong Islament Bond, Jong Celebes, SI, Muhammadiyah dan sejenisnya.
Menjelan perang dunia I, Tahun 1917, di Rusia terjadi Revolusi Bolshevik. Revolusi Yang dimotori oleh Lenin ini berhasil memunculkan ideology komunisme yang kemudian berkembang dengan berbagai variannya di berbagai belahan dunia., termasuk di Indonesia. Revolusi ini menjadi embrio terbentuknya Negara-negara komunis yang akhirnya bergabung dalam blok pakta Warsawa. Revolusi ini pula yang mengilhami bangkitnya gerakan komunis di Indonesia yang melakukan pemberontakan pada tahun 1926.


b.  Dampak Perang Dunia I

Ketegagan yang terjadi dinegara-negara barat mencapai puncaknya dengan meletusnya Perang Dunia I pada tahun 1918. Beberapa Negara Eropa, diantaranya Rusia, Jerman, Prancis, Inggris terlibat dalam peperangan. Kejadian ini berpengaruh pada Negara-negara jajahan di Asia, seperti india, Turki, Jepang termasuk Juga Hindia Belanda (Indonesia) hingga melahirkan gelombang revolusi Asia (lih. Gedenkboek 1908-1923, Indonesia Vereeniging, hal. 53). Pertempuran tentara inggris di india pada bulan April 1919 merupakan ilham bagi bangsa Indonesia untuk memperkokoh semangat nasionalisme dalam suatu jalinan yang utuh.
Pengaruh Perang Dunia I dan revolusi Asia atas Bangsa Hindia Belanda digambarkan oleh Koran indonesische Vereeniging sebagai berikut;
“ Api kebangsaan Asia Masih menyala terus dan revolusi Asia belumlah habis. Juga diseluruh daerah Hindia Belanda (Indonesia) menyala api kebangsaan. Siapa yang mengigat sejurus letak pulau-pulau ini di benua Asia, Yaitu diperantaraan negeri-negeri yang bergerak mencapai kemerdekaannya, mengertilah dia, bahwa tidak ada suatu juga diantara segala kejadian-kejadian di benua asia dapat melampauinya.
Letusan meriam di tsoeshina telah membangunkan penduduk indonsia, memberitahukan bahwa matahari telah tinggi serta memaksa penduduk Indonesia turut berkejar-kejar dengan bangsa asing menuju padang kemajuan kemerdekan……..Hal ini haruslah diisnsyafkan oleh pemuda Indonesia. Haruslah ia mengetahui bahwa cita-cita yang mulia itu dapat dicapai, manakala diadakan persatuan yang teguh, bersendi pada kemauan dan kekuatan bangsa.”

Kutipan diatas member gambaran yang cukup akurat bagi bangsa Indonesia. Disamping proses komunikasi yang sudah cukup lama dan didukung oleh kondisi politik dunia akibat perang dunia I, akhirnya bangsa Indonesia berhasil mengkonsolidasikan faham kebangsaannya secara utuh dan terpaduh melalui peristiwa yang monumental yaitu sumpah pemuda pada tahun 1928 yang kemudian melahirkan wacana nwgara-bangsa Indonesia. Apa yang terjadi menunjukkan bahwa bangsa Indonesia tertinggal puluhan tahun dari bangsa-bangsa Barat Eropa mengenai faham Negara-bangsa. Dengan kata lain kondisi social memberikan pengaruh yang cukup berarti pada bangsa Indonesia mengenai konsep Negara-bangsa dan kesadaran nasionalisme.

c.  Era Konsolidasi Kapitalisme 

Setelah perang dunia I banyak Negara-negara kapitaklis yang mengalami kebangkrutan akibat biaya perang yang cukup tinggi. Dampak paling monumental dari peristiwa ini adalah terjadinya resesi ekonomi dunia (malaise) pada awal tahun 1930-an. Untuk memulihkan kembali kondisi perekonomian, Negara-negara kapitalis-imprealis mulai melakukan konsolidasi. Sejak saat itu blok-blok Negara imprealis mulai terlihat, yaitu imprealis-komunis (soviet), imprealis-kapitalis (AS dan Ingris), imperealisrasis (Jerman) dan imprealis-totaliter (Jepang). Dibidang ekonomi dilakukan restrukturisasi pada sector moneter maupun sector riil.
Di bidang social, mulai dilakukan suatu proses rekayasa social (social engineering) melalui penyusunan beberapa konsep dan teori social. Salah satu teori yang sangat terkenal dan hendak diujicobakan di Negara-negara jajahan adalah teori strukturalisme fungsional dari sosiolog kondang Amerika, Talcott Parsons. Teori ini mulai dibangun oleh parsons tahun 1937, sebagaimana tercermin dalam sebuah artikelnya yang terkenal berjudul The Structure Of Social Action, dan kemudian dielaborasi oleh parsons bersama Edward Shils dalam buku Toward a General Theory of Action;1951.
Dalam masa konsolidasi ini, mulai terjadi polarisasi Negara-negara imprealis. Negara-negara imprealis-kapitalis dan imprealis-komunis bergabung menjadi satu membentuk blok sekutu/ Allies (AS, Inggris, Uni Sovyet dan lain-lain), sedangkan Negara-negara imprealis-rasis dan imprealis-totaliter membentuk satu blok yang disebut dengan blok Axis (Jerman, Jepang, Italia, dan Spanyol). Jika dibaca lebih langjut, polarisasi ini sebenarnya merupakan kelanjutan dari perpecahan yang terjadi pada akhir abad ke-19. Kemajuan jepang dalam bidang politik dan ekonomi yang istimewa semenjak tahun 1890 telah mendatangkan kekhawatiran Amerika Serikat dan Negara-negara sekutunya di Eropa, lebih-lebih ketika jepang berhasil menklukkan cina pad tahun 1895 dan memenangkan peperangan melawan Rusia pada tahun 1905. Sementara itu di belahan Eropa terjadi perpecahan antara Rusia dan Ingris akibat berebut Negara jajahan di Afghanistan. Demikian juga yang terjadi antara jerman dan prancis.
Selama masa ini bangsa Indonesia juga melakukan konsolidasi kebangsaan. Di Kalangan bangsa Indonesia, pada saat itu sudah terbentuk suatu imajinasi kolektif mengenai Negara Indonesia yang merdeka, namun mereka belum bias mencari jalan untuk mempromosikan kemerdekaan. Gerakan-gerakan organisatoris yang bersifat politis mulai dilakukan oleh para tokoh Indonesia. Soekarno, Hatta, Sjahrir, Tan Malaka dan rekan-rekan seperjuangannya mulai membentuk kongsep-kongsep kebangsaan modern.namun hegemoni Negara imprealis masih begitu kuat sehingga masih sulit bagi mereka untuk merebut dan menyatakan kemerdekaan.
Sementara itu konflik antar berbagi Negara imprealis makin menajam hingga akhirnya mencapai puncaknya pada peristiwa perang Dunia II pada tahun 1939. Sepanjang Perang Dunia II, Indonesia menjadi perebutan dari masing-masing pihak yang sedang bertempur untuk menjadikan pangkalan dalamn mempertahankan kepentigan geo-politik dan geo-strategi masing-masing pihak.
Hal ini terlihat dalam pertempuran-pertempuran sengit antara AS dan Jepang dalam memperebutkan pulau sabang sampai pelabuhan alam yang strategis untuk superioritas dan dominasi di wilayah lautan hindia, serta perebutan sengit untuk menguasai daerah Morotai sebagai pangkalan udara yang strategis di wilayah lautan pasifik. Agaknya harus diperhitingkan akar-akar historis pertarungan ini untuk melihat gejolak yang terjadi di kedua daerah tersebut pada penghujung abad ke-20.
Dalam suasana peperangan di Asia pasifik, seorang tokoh Indonesia yang bernama soekarno berhasil memanfaatkan situasi dan mencuri moment” hingga melahirkan pro-klamasi kemerdekaan Indonesia. Dalam hal ini soekarno dan kawan-kawan berhasil memainkan peran yang cukup baik dengan cara mempermainkan kelompok Negara-negara imprealis yang sedang terlibat dalam pertarungan, yaitu dengan cara “bermain mata” dengan jepang yang telah mengalami kekalahan dari blok sekutu.
Sebagaimana tradisi yang berkembang di kalangan Negara-negara penjajah yang sedang terlibat dalam peperangan, mereka yang kalah harus menyerahkan Negara jajahan yang dikuasainya, seperti yang terjadi atas Filipina ketika harus beralih dalam kekuasaan Amerika Serikat ketika Negara yang menjajahnya, Spanyol, berhasil dikalahkan oleh Amerika. Demikian juga dengan Indonesia, mestinya dia harus berada dalam kekuasaan  AS dan Ingris, ketika jepang, Negara yang berhasil merebutnya dari tangan Belanda, dikalahkan oleh AS. Namun berkat kelicikan jepang dan kemahiran acrobat politik Soekarno dan kawan-kawan, akhirnya lahirlah Negara kesatuan Republik Indonesia (NKRI) pada tahun 1945. Dari sini jelas terlihat bahwa kemerdekaan Indonesia terjadi karena pengaruh situasi global dunia internasional. Berbagai intrik antar kelompok nasionalis dan peran internasional pada periode ini bias dilihat dalam buku G. Mc. T. Kahin; Nasionalisme dan Revolusi di Indonesia, serta buku Ben Anderson; Revolusi Pemuda.
Sebagai upaya untuk menguasai kembali Negara Indonesia yang telah merdeka, tentara sekutu yang dimotori oleh Amerika Dan Inggris di bawah pimpinan jendral Mallaby dating ke Indonesia dengan membonceng tentara belanda. Kedatangan itu dilakukan dengan dalil untuk melucuti senjata tentara jepang yang telah kalah perang kedatangan tentara ini dihadapi oleh ummat islam secara mati-matian. Karena tentara sekutu secara serius, maka para ulama NU pada tanggal 21 oktober 1945 mengeluarkan Resolusi Jihad yang berisi seruan perang suci bagi kaum muslim untuk mengangkat senjata guna mempertahankan Negara kesatuan RI dari serangan sekutu. Seruan ini menggema di seluruh pulau jawa, hingga mengobarkan semangat perlawanan seluruh kaum muslimin yang berjuan pada terjadinya peristiwa 10 November 1945 di Surabaya yang sekarang sebagai hari pahlawan.
Pola ini sekarang turung kembali, meski dengan cara dan format yang berbeda. Kalau pada zaman revolusi fisik, upaya imprealisme dilakukan melalui penyerbuan fisik, kini upaya tersebut dilakukan melalui infiltrasi modal asing dan penguasaan asset industry. Apa yang dilakukan oleh beberapa perusahaan keuangan amerika serikat (AS) dan inggris yang mencoba menguasai sebagian besar asset industry Indonesia sebenarnya bias dipahami sebagai pengulangan penyerbuan yang beralih bentuk atas Negara-negara berkembang yang dilakukan oleh kapitalisme global sebagai upaya melestarikan hegemoni dan kekuasaannya. Tampaknya para agamawan islam di Indonesia tidak memahami hal ini sehingga tidak siap secara structural maupun konsepsional untuk menangkal peyerbuan dengan modus seperti ini.

B.  Masa-Masa Awal Kemerdekaan 

a.   Intrik Negara-Negara Kapitalis-Imprealis
Setelah Perang Dunia ke II selesai terjadi perubahan yang mendasar dalam hubungan antar Negara di bidang social, ekonomi, dan politik. Banyak Negara-negara jajahan yang menurut kemerdekaan dengan cara perjuangan fisik maupun diplomatic. Menghadapi hal ini, Negara-negara kapitalis segera melakukan konsolidasi. Mereka tidak inigin kehilangan pengaruh di Negara jajahan, namun mereka juga tidak mungkin melakukan penjajahan fisik secara terus menerus karena dituntutan keadaan. Menghadapi hal yang demikian, pada bulan juli 1944 negara-negara kapitalis-imprealis mengadakan pertemuan di Bretton Woods untuk merumuskan strategi baru menhadapi Negara-negara yang baru dan akan merdeka.
Hasil dari pertemuan tersebut di bidang ekonomi adalah; Pertama : membentuk World Bank dan IBRD yang beroperasi pada tahun 1946. Lembaga ini berfungsi memberi pinjaman pada Negara-negara yang baru merdeka atau hancur akibat perang dunia II untuk pembangunan dengan persyaratan model pembangunan tertentu; Kedua : Mendirikan IMF yang beroperasi tahun 1947, berfungsi memberikan pinjaman untuk Negara-negara yang kesulitan dalam neraca pembayaran luar negeri dan memasukkan disiplin financial tertentu. Ketiga : Mendirikan GATT yang beroperasi tahun 1947, berfungsi memajukan dan mengatur perdagangan dunia agar sesuai dengan kepentingan kapitalis. Di Eropa, upaya rekonstruksi pasca perang dunia II dengan model sebagai mana diatas dikenal dengan sebutan Marshall Plan. Lembaga-lembaga ini secara ekonomis mengendalikan Negara-negara yang baru merdeka.
Di bidang politik, Negara-negara kapitalis-imprealis memotori berdirinya PBB pada tahun 1945. Disampin itu, pada tahun yang sama disepakati juga  Declaration of human rights, suatu deklarasi yang memberikan perlindungan tentang hak-hak asasi manusia. Disisi lain, blok Negara-negara komunis membentuk pula pakta kerja sama ekonomi di bawah paying yang disebut COMECON
Keputusan-keputusan ini memberikan pengaruh yang cukup besar bagi perkembangan dunia, karena menjadi titik berakhirnya era penjajahan fisik. Namun demikian, hal ini tidak berarti pengaruh nagara-negara imprealis-kapitalis maupun Negara-negara imprealis-komunis di Negara-negara bekas jajahan yang baru saja merdeka telah berakhir. Dengan berbagai upaya kedua blok kekuatan tersebut terus-menerus memperluas pengaruh masing-masing di Negara-negara yang baru merdeka melalui pengendalian dibidang ekonomi dan politik. Disamping sebagai alat untuk mengendalikan Negara-negara terjajah yang baru merdeka, lembaga-lembaga ekonomi politik internasional yang sedang terbentuk itu juga menjadi alat untuk “cuci tangan” baik Negara-negara imperialis atas perlakuan mereka pada bekas Negara-negara jajahan, karena lewat lembaga itu mereka seolah-olah menyelamatkan bekas Negara-negara jajahan tersebut melalui berbagai bantuan ekonomi dan perlindungan politik.
Namun di sisi lain, perebutan pengaruh Negara-negara imperialis pada Negara-negara bekas jajahan juga terjadi secara tajam. Khususnya sejak munculnya perang dingin antara blok Timur yang komunis dibawah komando Uni soviet dengan blok barat yang kapitalis dibawah komando Amerika. Ketika Negara-negara komunis berhasil masuk dan menanamkan pengaruhnya dikawasan Asia Tenggara (korea, Kamboja dan Vietnam), Negara-negara kapitalis di bawah pimpinan Amerika Serikat segera melakukan langkah-langkah politis untuk membendungnya.
Pada tahun 1948 presiden AS, Truman, Mengundang para pakar dan intelektual terkemuka AS untuk bertemu di MIT guna membahas strategi membendung komunisme.. dalam pertemuan tersebut berhasil dirumuskan ideology Developmentalisme sebagai sesuatu hal yang harus disebarluaskan di Negara yang baru merdeka. (kemudian dikenal dengan Negara berkembang atau Negara dunia ketiga). Jelas disini terlihat bahwa developmentalisme sebenarnya adalah bentuk baru dari kapitalisme-modernisme-imprealisme yang disamping sebagai propaganda politis juga sebagai alat penagkal ideology komunis (Mansour Faqih, 1996). Dengan demikian, ada beberapa kekuatan yang sedang bermain dalam percaturan politik di Indonesia, secara ideologis ada dua kekuatan besar yang sedang bermain yaitu antara blok komunis dengan blok kapitalis, yang kemudian berujung pada terjadinya perang dingin. Dari sudut pandang kepentingan ekonomi ada tiga blok Negara yang sedang bermain yaitu Negara-negara komunis pakta warsawa, Negara-negara blok kapitalis NATO dan Negara ex Axis (Jepang).
Pergeseran Geo-Politik di eropa menyebabkan kapitalisme berubah menjadi Sosial Demokrat (jerman), sehingga melahirkan konsep welfare stase, dengan system ekonomi yang tertumpu pada pola sosialmarkt wirstchaft (pasar yang masih mengakomodasi etika social). Dalam konteks sekarang Negara-negara tersebut muncul menjadi Negara yang tergabung dalam blok mata uang Euro.
Sementara itu, penerapan developmentalisme sebagai kebijakan di Negara-negara berkembang menyebabkan perusahaan-perusahaan besar Negara kapitalis memiliki kesempatan mengembangkan usahanya di Negara berkembang secara bebas, sehingga muncul MNC (multinational corporation) Dan TNC (transnation corporation) yaitu perusahaan-perusahaan besar lintas Negara dengan pusat-pusat pengendalian berada di Negara kapitalis. Hal ini sebenarnya merupakan eksploitasi sumberdaya alam dengan gaya baru. Penjelasan mengenai masalah ini dapat dikaji dalam buku Anthony Sampson Yang menggambarkan bagaimana perusahaan minyak raksasa AS; Standard Oil (S.O.) ysng kemudian berubah nama menjadi EXXON melakukan ekspansi keseluruh dunia termasuk ke Indonesia melalui anak perusahaan yang dimilikinya, antara lain CALTEX, dan menguasai pula aliran minyak dari Saudi Arabia melalui ARAMCO (Arab Amerika Coporation) (A. Sampson; The Seven Sisters). Gambaran mengenai bagaimana Negara-negara kapitalis melakukan hegemoni atas Negara berkembang melalui penerapan developmentalisme juga dipaparkan oleh Bjorn Hattne dalam sebuah buku yang berjudul; “Ironi Pembangunan di Negara Berkembang”.

b.  Dampak Perang Dingin
Apa yang terjadi di dunia internasional tersebut segera saja berpengaruh terhadap konstelasi social politik di Indonesia. Sebagai Negara yzng memiliki arti strategis secara geografis maupun ekonomis (karena sumber daya Alamnya), maka Indonesia menjadi sasaran bagi dunia internasional untuk menanamkan pengaruhnya. Pada era ini Indonesia menjadi ajang pertarungan kepentingan dari Negara-negara yang sedang bersengketa, baik secara ideoligis, politis maupun ekonomis.
Untuk menanamkan pengaruhnya sekaligus membendung berkembangnya ideologikomunisme, Amerika bermain secara intens di Indonesia melalui berbagai macam cara. Pada saat ini pemerintah amerika serikat banyak memberikan bentuan pada Indonesia (Tribuana Said; Indonesia Dalam Politik Global Amerika; 1983). Amerika juga melakukan berbagai maneuver politik yang mengacaukan pemerintahan Soekarno yang menganggap tidak berpihak kepadanya. Pentingnya Indonesia dalam hubungannya dengan strategi global tercermin dalam laporan yang disetujui presiden Truman pada 30 Desember 1949 disebut dengan kode NCS 48/2, yang berjudul “posisi Amerika Terhadap Asia”. Laporan ini kemudian diperkuat oleh pernyataan Menlu AS Dean Acheson Mengenai komitmen AS berhubung adanya ancaman komunis internasional terhadap RI dan pentingnya Indonesia bagi Amerika Serikat (AS). Mengigat semua itu mka pemerintah AS dengan cepat mengambil keputusan untuk meningkatkan pembangunan militer di Negara-negara non komunis serta meningkatkan operasi-operasi rahasia CIA lebih agresif di Negara-negara seperti Filipina, indocina, dan Indonesia (Tribuana Said 76). Dalam hal ini, Amerika juga membiayai berbagai pemberontakan yang menuntut berdirinya Negara federal di Indonesia. Mengenai keterlibatan AS dalam berbagai pemberontakan di Indonesia lihat G.MC.T.Kahin dalam bukunya; subversion as a foreign Policy, 1996, dimana terlihat peran kakak beradik John Foster Dulles dan Allan Dulles sebagai menteri Luar negeri dan direktur CIA.
Pengaruh paling nyata adanya pertarungan kepentingan dari Negara-negara luar atas Indonesia pada era ini adalah terjadinya perdebatan yang cukup tajam antara bentuk Negara kesatuan dan federal, alotnya perjanjian-perjanjian yang berlangsung antara Indonesia dengan belanda sebagai wakil dari Negara kapitalis khususnya dalam masalah irian. Disamping itu juga diupayakan terjadinya destabilisasi di Indonesia melalui berbagai macam pemberontakan. Seperti yang terlihat pada munculnya gerakan separatis yang dimulai pada tahun 1950 s/d 1958, dimulai dari gerakan Negara pasundan sampai dengan PRRI/ Permesta.

c. Perlawanan Soeharto

Pengaruh pertarungan kepentingan Negara-negara di Indonesia ini nampaknya disadari penuh oleh soekarno. Menghadapi kondisi demikian, soekarno mencoba bersikap konsisten pada garis yang telah ditetapkan yaitu tidak berpihak pada salah satu kekuatan; baik pada blok komunis maupun blok kapitalis. Untuk mempertahankan sikapny yang demikian, ketika dia melihat pengaruh Amerika di Indonesia sudah berlebihan, maka dia mencoba melakukan maneuver politik untuk membuat keseimbangan. Misalnya, dengan menyelenggarakan Konferensi Asia-Afrika pada tahun 1955, membuat poros Jakarta-peking pada tahun 1962 dan keluar dari PBB. Upaya Bung Karno mempertahankan PKI, meski ada usulan agar dibubarkan sejak peristiwa medium 1948, bias dipahami dalam rangka mencari keseimbangan ini, yaitu mengeliminir pengaruh kapitalisme internasional.
Dalam melakukan perlawanan terhadap kapitalisme internasional yang telah masuk ke Indonesia, soekarno berpijak pada tiga kekuatan utama yaitu PNI, PKI dan NU. Untuk itu soekarno menggelorakan kembali semangat nasionalisme yang dipahami sebagai iktikad bersama untuk hidup bersatu dan berdaulat dalam suatu Negara yang bebas dan merdeka, meskipun untuk itu harus makan batu untuk menyambung hidup. Melihat kegigihan soekarno dalam menghadapi kapitalisme-imperialisme, maka Negara-negara kapitalis semakin gencar melakukan serangan pada soekarno. Karena kegigihan soekarno ini, berbagai scenario social dan beberapa proyek rekayasa social (social engineering) di Indonesia menjadi rusak dan gagal. Untuk itu, amerika serikat dan inggris bekerja sama dengan kekuatan militer dan beberapa kelompok intelektual modernis untuk menghancurkan soekarno.
Untuk menopang perlawanan terhadap Negara-negara kapitalis, disadari atau tidak, soekarno melakukan aliansi-aliansi dengan blok COMECON misalnya dalam pembangunan pabrik baja Krakatau steel, pengadaan peralatan militer berupa kapal selam, pesawat tempur MIG dan senjata infantri AK, yang keseluruhannya buatan Uni Soviyet.
Karena kuatnya pengaruh soekarno, maka digunakan teori domino, yaitu dengan cara dihangcurkan kekuatan PKI, dengan logika jika PKI hancur maka kekuatan soekarno akan hancur. Melaui sebuah rekayasa politik yang maha canggih akhirnya pada tahun 1965 terjadi “drama politik” yang menghancurkan kekuatan soekarno setelah kekuatan PKI dilumpuhkan. Operasi pelumpuhan PKI dilakukan terutama dengan menggunakan kekuatan NU. Karena kenaifan dan kebodohannya, NU melakukan semua itu dengan segala kebanggaan dan ketulusan. Namun ada pula tokoh keterlibatan kekuatan AS dalam pendirian Orba yaitu Subhan ZE. Menarik untuk diperhatikan bahwa subhan ZE meninggal pada usia muda dalam sebuah “kecelakaan mobil. Apakah peristiwa ini dapat digolongkan sebagai kecelakaan yang terukur tepat pada saat yang sempurna”?peristiwa ini menandai kemenangan kubu kapitalis-modernis di Indonesia melalui bangkitnya pemerintahan orba di bawah pemerintahan Soeharto.
Dari paparan diatas terlihat bahwa pertarungan politik yang terjadi pada era soekarno tidak semata-mata karena ada perbedaan kepentingan dari berbagai kelompok intern bangsa Indonesia. Lebih dari itu, konflik-konflik tersebut pada hakikatnya adalah perpanjangan tangan dari berbagai kepentingan ekonomi-politik masyarakat internasional.

C.  Era Orde Baru

a.  Memperkokoh Pengaruh

Setelah pemerintah soekarno berhasil ditumbangkan atas bantuan kekuatan kapitalisme modernism, maka dengan mudah kepentingan-kepentingan Negara kapitalis bias dijalankan di Indonesia. Dari sini dapat dikatakan bahwa sesungguhnya pemerintah Orba pada hakikatnya adalah agen kepentingan kapitalis internasional modern di bawah komando AS. Sejak saat itu, beberap strategi social, politik dan ekonomi yang dibangun oleh Negara-negara capitalismulai diterapkan dibawah paying ideology developmentalisme mulai diterapkan oleh pemerintahan Orba pada tahun 1968. Hal ini tercermin dalam undang-undang no. 2 tahun 1968 mengenai penanaman modal asing di Indonesia. Sejak saat itu developmentalisme menguasai kereta kekuasaan di Indonesia. Untuk merealisasikan ideology tersebut, di bidang ekonomi, pemerintah Orba segera melaksanakan konsep-konsep W.W. Rostow sebagaimana dipesankan oleh Negara donor, seperti tertuang dalam konsep the stages of Growth: Five Stages Scheme dan sejenisnya.
Untuk merealisasikan konsep tersebut pemerintah orde baru membuat berbagai kebijakan yang mengamankan pertumbuhan bangsa dan mengamankan kepentingan bangsa dan mengabaikan amanat rakyat sebagaimana tertuang dalam UUD 45 dan terkandung dalam semangat Pancasila (kajian mendetail tentang ini lihat Mochtar Mas’oed, Richard Robinson, Dwight Y. King dll). Semua rencana ini berjalan dengan mulus berkat bantuan para intelektual dan ekonom yang telah memperoleh pendidikan yang memadai dari Amerika, seperti mereka yang terkandung dalam mafia Berkeley.
Untuk melaksanakan scenario ekonomi yang dibangun oleh Negara-negara kapitalis, pemerintah Orde Baru dibawah komando Soekarno didukung oleh sebuah dewan penasehat ekonomi (Economic Advisory Group) yang terdiri dari Warburg & Co., Lehman Brothers dan lazard Freres. Ketiga kelompok investment/ merchant bankers ini menyediakan pembiayaan-antara (bridging Finance) bagi pemerintah Orde Baru sambil menunggu terbentuknya badan inter Governmental Group on Indonesia (IGGI). Sampai sekarang ketiga kelompok keuangan tersebut masih menjadi penasehat ekonomi yang dominan bagi pemerintah Indonesia bahkan sampai pada pemerintah transisi Habibie.
Sementara itu di bidang social, diterapkan konsep-konsep Talcott parsons mengenai strukturalisme fungsional. Hal ini dilakukan sebagai upaya mengubah masyarakat modern. Oleh karenanya seluruh perangkat social harus diubah dengan bentuk dan struktur formal yang modern, yang diharapkan bias lebih efisien dan professional. Konsekwensinya, kekuatan lain yang dianggap tidak sesuai dengan aturan, tradisi dan kaidah modernitas harus disingkirkan atau diubah menjadi modern (parsons, Op. Cit). pada periode ini terjadi penyingkiran besar-besaran terhadap kekuatan tradisional diantaranya NU (dari kalangan agama) dan PNI (dari Kalangan Nasionalis). Dalam pemerintahan orba, pilar-pilar kekuatan beralih pada kelompok ABRI, PSI/Katholik/Kristen dan Masyumi, sementara itu kelompok NU dan PNI dicoba digusur dari Panggung politik dan kekuasaan. Disamping karena alasan paradigmatic (mengganggu kepentingan modernism) hal ini juga dilakukan untuk mengikis pengaruh kekuatan Soekarno.
Upaya rekayasa social ini dilakukan dengan cara membuat kebijakan dibidang social politik yang lebih menguntungkan paradigm modernis seperti membuat instansi-istansi soaial yang mudah dikontrol dan diarahkan oleh Negara. Hal ini tercermin dalam dalam kebijakan fusi partai, sebagai respons atas menguatnya kekuatan NU dalam pemilu 1971 yang memperoleh 18% suara; pemasyarakatan demokrasi procedural, penerapan hokum yang simbolik formal dan sebagainya. Modernitas tidak dipahami sebagai gaya hidup (life Style), tampilan-tampilan yang formal yang serba material dan bercorak kebarat-baratan. Semua ini dilakukan untuk mengamankan ideology developmentalisme-modernisme sebagai perpanjang tangan dari kepentingan kapitalisme global internasional di bawah komando Amerika.
Pemerintah AS selalu melakukan berbagai macam cara untuk memelihara kepentingannya di Indonesia. Misalnya ketika modal jepang hamper mendominasi di indonesiam dimana hal ini dianggap membahayakan kepentingan Amerika, dengan cepat Amerika segera memberikan peringatan melalui peristiwa Malari tahun 1974. Indikasi atas hal ini terlihat pada beberapa tokoh mahasiswa pelaku peristiwa Malari yang mendapat beasiswa di berbagai universitas terkemuka di AS setelah menjalani masa penahanan dan hukuman.
Demikian juga dalam kasus Timur Timur. Ketika Portugal meninggalkan Timur-Timur, maka menurut Amerika akan terjadi ancaman yang potensial akan masuknya komunisme ke Indonesia. Untuk itu pada tahun 1975 indonesia berhasil diyakinkan untuk menyerbu Timur Timur lewat operasi seroja. Dalam hal ini, sejarah menunjukkan sehari sebelum penyerbuan Timur Timur yaitu pada hari jum’at malam sabtu tanggal 5 januari 1975 presiden AS, Gerald Ford dan menlu AS, Henry Kissinger meninggalkan Indonesia, kemudian sabtu pagi tanggal 6 januari 1975 penyerbuan ke Timur Timur terjadi. Ini bukan suatu kebetulan. Fakta ini menunjukkan bahwa AS ingin mengatakan bahwa sebenarnya Indonesia melakukan penyerbuan ke Timur Timur dengan perse tujuan AS sebagai peringatan pada US.
Layak untuk dicermati, sebagaimana soekarno bergantung pada blok COMECON untuk pasokan peralatan industry berat dan peralatan militer, demikian pula Soekarno bergantung pada blok NATO untuk pasokan peralatan sejenis. Pesawat tempur MIG diganti dengan Pesawat tempur F-5 dan F-16 buatan AS. Senjata infantry AK diganti dengan M-16 dan FN, masing-masing buatan AS dan Belgia. Peralatan industry baja dari KIEV diganti dengan peralatan industry baja dari FERRO-STAAHL dari jerman. Menarik untuk diperhatikan bahwa operasi bisnis FERRO-STAAHL di Indonesia dekendalikan dari sebuah kantor bernama FERRO-STAAHL GRAHA di Jl.Warung Buncit, Jakarta selatan, dibawah pimpinan adik Presiden Habibie.
Apakah ini yang disebut oleh penyair terkemuka unggris, T.S. Elliot:
“ In the end it’s all the same……..
   In the end, it’s all a game...........”
Upaya Negara-negara barat dengan ideology kapitalismenya guna mempertahankan kepentigan di negeri-negeri dunia ketiga melalui ideology developmentalisme (pembangunan) dapat dilihat dalam buku karya vandana Shiva yang berjudul “Bebas dari Pembangunan”, penerbitan yayasan Obor Indonesia, Jakarta. Disini dijelaskan bahwa
Dengan cara ini Negara-negara kapitalis berhasil memperkokoh pengaruhnya di Indonesia. Hal ini terus dipelihara oleh negera kapitalis disamping sebagai upaya mencari keuntungan secara ekonomis, juga sebagai upaya menangkal pengaruh kekuatan komunisme internasional.

b.   Berakhirnya Perang Dingin

Pada tahun 1989 terjadi peristiwa yang monumental yaitu runtuhnya Negara komunis Uni Soviyet. Peristiwa ini menandai berakhirnya era perang dingin, karena sejak saat itu berguguran pula Negara-negara komunis di Eropa Timur. Peristiwa ini memberikan dampak yang cukup besar pada Negara-negara dunia ketiga, khususnya yang memiliki hubungan dengan Amerika, termasuk Indonesia di bawah pemerintahan Soeharto (Orba).
Dengan berakhirnya perang dingin, maka Negara-negara kapitalis tidak lagi membutuhkan buffer (tameng) untuk menhadapi komunisme. Akibatnya Negara-negara dunia ketiga yang selama ini menjadi buffer lantas kehilangan peran. Karena hal ini menyebabkan pemerintah orba menjadi rapuh. Dengan hilangnya peran Negara dunia ketiga sebagai buffer, maka negar-negara kapitalis hanya memiliki kepentingan bisnis dengan Indonesia. Oleh karena itu pemerintahan yang tidak menjalankan prinsip ekonomi pasar yang benar harus disingkirkan. Dilain pihak, sebagai dampak dari pembangunan ekonomi selama 32 tahun, timbul satu segmen masyarakat yang memiliki harapan-harapan berlebihan (rising expectations) atas kehidupan material yang bercorak konsumtif yang gagal dipenuhi oleh pemerintahan Orba. Ketika dua keadaan ini bertemu, terjadilah gejolak social politik di Indonesia yang pada ujungnya bermuara pada proses lengsernya Soeharto, yang secara euphoria digembor-gemborkan sebagai reformasi.
Hal ini menunjukkan bahwa terjadi proses reformasi sebenarnya rakyat Indonesia, namun ada tangan-tangan ghaib yang ikut bermain sehingga kekuatan politik soeharto yang begitu kuat dan mengakar bias runtuh hanya dalam waktu tiga bulan. Tangan-tangan gaib dimaksudkan adalah kekuatan kapitalisme global internasional. Penjelasan lebih lanjut mengenai hal ini bias dilihat dalam francis fukuyama; The End Of History Dan Kenichi Ohmae; Borderless Capital, dimana oleh ohmae diprediksikan akan terjadi Nation Of Corporations (bangsa perusahaan) dan State Of Markets (Negara Pasar).


D.   Menggusur Orde Baru

a.  Strategi Mempertahankan Kepentingan 

Setelah Negara-negara dunia ketiga tidak dibutuhkan lagi oleh Negara kapitalis, maka selanjutnya dibuat proyek social baru yaitu mengembangkan kepentingan kapitalisme internasional. Kembali disini Negara-negara dunia ketiga, termasuk Indonesia menjadi sasaran dari proyek tersebut. Strategi untuk merealisasikan gagasan tersebut dilakukan dengan cara menghancurkan struktur dan fondasi ekonomi Indonesia. Pertama-tama hal ini ditandai dengan tekanan untuk melakukan liberalisasi sector perbankan pada tahun 1988 yang mengakibatkan munculnya puluhan bank swasta. Pada tahun 1992 pengusaha swasta sebagi kendaraan. Mekipun pemerintah Orba membentuk panitia Kredit Luar Negeri tersebut namun tetap terjadi pembengkakan utang swasta. Sementara PKLN hanya berhasil menahan pertumbuhan utang BUMN.
Mayoritas utang pengusaha swasta Indonesia dijamin oleh commercial paper yang memiliki jatuh tempo 5 tahun. Ketika jatuh tempo pembayaran lima tahun berikutnya, yaitu pada tahun 1997, terjadi gejolak moneter yang dahsyat, sehingga para penguasa tersebut tidak dapat mengembalikan utang yang mengakibatkan merosotnya nilai tukar rupiah.
Untuk mengatasi krisis moneter tersebut, pada januari 1998, Managing Director IMF, Michael Camdessus, berhasil “memaksa” soeharto untuk menandatangani letter of intent yang menyangkut restrukturisasi perekonomian Indonesia, hal mana disebut sorak-sorai para birokrat moneter dan para pakar ekonomi Indonesia yang bernaung di bawah wacana developmentalisme-modernisme. Apa yang terjadi tersebut, mengigatkan pada parallel sejarah ketika para penyayi birokrat yang bernaung di bawah paying capital Belanda bersorak menyebut runtuhnya penyayi kraton sekian dasawarsa lalu.
Gejolak ini akhirnya bermuara pada terjadinya krisis social dan politik sehingga terpentaskanlah “opera sabun reformasi” yang menurunkan soeharto dari tahta kekuasaan yang telah dilestarikannya selama 32 tahun (lihat C. Geertz dalam Negara: The State and Theatre In Bali).
Jelas di sini terlihat bahwa terjadinya reformasi bukanlah semata-mata keberhasilan masyarakat Indonesia dalam memperjuangkan kepentingannya melawan rezim hegemonic soeharto. Lebih dari itu, reformasi adalah sebagai bagian dari scenario dunia internasional dalam mempertahankan kepentingannya di Indonesia. Karena ada kesamaan kepentingan antara kapitalisme global internasional dengan kekecewaan sebagian rakyat Indonesia yang mengalami rising expectation maka proses reformasi dapat berjalan. Hal ini tidak terjadi dalam dua puluh tahun terakhir. Ketika rakyat memperjuangkan haknya yang telah dirampas oleh soeharto. Ini terjadi karena soeharto pada waktu itu masih dibutuhkan oleh rezim moneter kapitalisme internasional.
Disamping menggunakan strategi ekonomi juga digunakan ekspansi wacana dan rekayasa social. Hal ini terlihat dalam berbagai teori social politik yang diluncurkan pasca perang Dingin pada tahun 1994, seorang intelektual Amerika, Samuel P. Huntington menulis sebuah buku yang berjudul clash of civilization. Dalam buku ini Huntington menjelaskan bahwa periode Paska perang dingin akan diwarnai pertarungan peradaban antara peradaban barat (WASP) dengan peradaban timur (islam dan Confucian). Pengaruh paling terasa dari antisipasi benturan peradaban tersebut adalah terjadinya sentimen anti cina yang berlebihan di kalangan masyarakat Indonesia. Hingga berjuang pada terjadinya kerusuhan yang menuntut korban jiwa sebagaimana terjadi pada peristiwa kerusuhan 13-15 Mei 1998. Demikian pula, dari perspektif ini, kerusuhan di Ambon pada pertengahan Januari 1999 dapat dipahami sebagai konflik buatan antara islam sebagai cermin budaya Timur dengan Krisiten sebagai cermin budaya Barat.jika dianalisis lebih dalam, hal ini bukan suatu kebetulan, karena masalah ini sudah ada sejak lama, lalu mengapa baru meletup sekarang?
Sementara itu pada tahun 1997 dua sosiolog Inggris A. Giddens dan R. Dahrendort mulai mensosialisasikan konsep supremasi sipil yang terdidik. Konsep-konsep dan pemikiran ini memiliki dampak dan pengaruh yang cukup besar bagi masyarakat Indonesia. Dampak dari pemikiran supremasi sipil yang terdidik adalah munculnya hujatan terhadap militer Indonesia secara berlebihan di satu sisi serta menjamurnya program diploma luar negeri. Semua ini dilakukan untuk mengamankan kepentingan kapitalisme internasional di Indonesia. Isu supremasi sipil diambil karena militer sudah tidak dibutuhkan lagi, dan justru dianggap sebagai factor yang menhambat tumbuhnya ekonomi yang sehat dan dinamis. Proses penyingkiran ABRI ini dimulai sejak awal decade 90-an dan mulai terasakan sejak tahun 1996, khususnya ketika bantuan pendidikan militer AS atas Indonesia mulai dihentiikan.
Inilah beberapa strategi kapitalisme-global internasional yang  memiliki dampak langsung terhadap kehidupan berbangsa dan bernegara bagi bangsa Indonesia dalam konteks kekinian. Apa itu tidak berdiri sendiri-sendiri melainkan memiliki keterkaitan kuat dengan kepentingan kapitalisme internasional dalam konteks borderless-capital.

b.  Tangan-Tangan Gaib di Balik Pemilu

Dalam mempertahankan kepentingannya kepentingan di Indonesia, kapitalisme internasional tidak ingin melakukan perubahan yang mendasar atas system politik dan ekonomi yang ada di Indonesia. Agar hal itu bias berjalan dengan baik, maka dibuatkan sebuah scenario yang bias mengganti actor-aktor yang sedang bermain. Dengan cara ini, secara retorik dapat dikatakan bahwa sesungguhnya telah terjadi reformasi di Indonesia melalui pergantian sejumlah tokoh yang bermain. Dalam rangka mewujutkan cita-cita tersebut, maka Negara-negara barat menyokong terjadinya pemilu di Indonesia, sebagai mekanisme yang legal dan konstitusional untuk melakukan pergantian pemain. Maka bias kita maklumi kalau dunia internasional memiliki antusiasme tinggi atas pelaksanaan pemilu di Indonesia.
Namun satu hal yang perlu diingat, melihat hasil pemilu yang ada, Nampaknya hamper bisa dipastikan tidak akan terjadi perubahan kebijakan yang mendasar dalam system ekonomi dan politik Indonesia. Tokoh-tokoh yang akan naik dalam tampuk kepemimpinan masih didominasi oleh mereka-mereka yang mempertahankan wacana developmentalisme-modernisme. Melihat hal ini maka wajar-wajar saja bila para pengamat, funding-agencies dan pemantauan pemilu internasional pagi-pagi mengatakan bahwa pemilu di Indonesia sudah bejalan secara jurdil dan liber, penuh keterbukaan, bersih meski ada beberapa catatan di sana-sini.
Semua ini mengindikasikan adanya kenyataan buatan (virtual reality) yaitu suatu penampakan semu demokrasi dimana terdapat partai-partai peserta pemilu, panitia pemilu, pengawas pemilu, para pemilih, bahkan ada pula demonstrasi yang menuntut diusutnya kecurangan-kecurangan pemilu, yang semuanya itu hanya melegitimasi ddemokrasi procedural tanpa membahas subtansi kedaulatan rakyat itu sendiri (lihat Jean Baudrillard; Simulations, 1983). Dengan demikian, pemilu lebih merupakan mekanisme “pemutihan” politik dan pembaharuan actor untuk mengokohkan kebijakan kapitalisme global di Indonesia.
Setelah berhasil melakukan mobilisasi massa untuk melakukan reformasi dan menjalankan pemilu dengan “baik”, kini kekuatan kapitalisme global di Indonesia hamper tidak dapat dibendung lagi. Mereka tinggal membuat strategi-strategi lanjutan untuk memperoleh posisinya. Pertama yang akan dilakukan para pemilik modal `Negara-negara kapitalis adalah mengambil alih perusahaan-perusahaan Indonesia yang telah bangkrut dan tidak mampu membayar utang melalui system debt-to-equity swap. Dengan cara ini mayoritas saham perusahaan nasional akan jatuh ke tangan asing. Sementara itu, mayoritas Negara-negara yang akan mengambil alih perusahaan –perusahaan tersebut adalah Negara dari blok Al-lies yakni AS dan Inggris. Gejala ini terlihat dari besarnya peran dan pengaruh Citibank dan Standard Chartered Bank (masing-masing perusahaan dari AS dan inggris) dalam proses penanaman restrukturisasi perbankan dan utang-utang perusahaan yang dilakukan oleh PBBN.
Sebagai ilustrasi, 60 bank nasional Thailand yang mengalami kebangkrutan, 58 diantaranya diambil slih sahamnya hanya oleh satu perusahaan keuangan Amerika bernama GE Capitals. Perusahaan yang sama tengah berusaha untuk mengambil alih seluruh sahamnya oleh standard chartered Bank. Ilustrasi tersebut membuat kita layak berpikir bahwa pola pengambil alihan yang sama akan terjadi di negeri kita.
Disamping itu, untuk memperkuat pengaruhnya di indonesia, Negara-negara kapitalis akan terus memberlakukan system demokrasi formal-prosedural, sementara pendidikan untuk membangun tradisi demokrasi yang benar, tampaknya belum akan dilakukan dalam tempo dekat. Dampak dari hal itu adalah bukan tidak mungkin akan terjadi pergantian pemenang pada setiap pemilu. Akan tetapi, selanjutnya akan sulit bagi partai-partai politik untuk melakukan konsolidasi ke-kuasaan.
Strategi lain yang tampaknya bakal digunakan untuk memperkokoh posisi kapitalisme global di indonesia adalah restrukturisasi di tubuh militer. Melihat gejala yang ada bukan tidak mungkin akan terjadi penghilangan atas jabatan kepala Staf gabungan yang akan dijabat secara bergiliran oleh masing-masing pimpinan dari ketiga angkatan. Dengan cara ini maka TNI tidak pula akan memiliki kemampuan untuk melakukan konsolidasi kekuasaan politik. Jika partai-partai politik  dan TNI tidak mampu melakukan konsolidasi politik, rasanya akan sulit bagi bangsa indonesia untuk merumuskan kebijakan pengembangan masyarakat dan pengembangan ekonomi yang baik, terpadu, dan berkesinambungan untuk jangka menengah maupun jangka panjang. Keadaan yang demikian hanya akan melahirkan kebijakan-kebijakan nasional jangka pendek yang bersifat adhoc, dan akibat logis berikutnya seluruh aspek kehidupan Negara-bangsa indonesia akan didikte oleh actor-aktor kapitalisme global yang bergerak di pasar modal, pasar financial, pasar komoditi dan pasar informasi / media.

c.   Membangun Masyarakat Baru

Menghadapi situasi yang demikian memang sulit, sebab kita tidak mungkin keluar dari cengkraman kapitalisme global karena indonesia telah ikut menjadi penandatangan APEC dan telah pula terdaftar sebagai anggota organisasi perdagangan dunia WTO. Yang paling mungkin untuk dilakukan adalah menerima keberadaan kapitalisme global secara sadar, kritis dan cerdas. Setelah itu langkah selanjutnya adalah merumuskan kepentingan kolektif nasional dengan melihat potret konstelasi politik internasional sebagai acuan, dengan tetap menjadikan kepentingan dan cita-cita kemerdekaan bangsa sebagaimana dirumuskan dalam pembukaan UUD 45 sebagai titik pijak bersama.
Secara konseptual ada beberapa model sosio-ekonomi-politik yang saat ini berkembang didunia, seperti bentuk welfare-state ala eropa barat daratan, the third-way ala inggris, sosialisme-pasar ala cina dengan pola satu Negara dua system, kapitalisme-industrial-progresif ala Amerika Serikat, kapitalisme-retail ala india dan lain sebagainya.
Semua konsep dan model diatas bisa dipilih untuk menjawab tantangan berat yang dihadapi oleh Negara-bangsa indonesia saat ini. Semua terpulang kembali pada satiap elemen dari warga-bangsa indonesia untuk menentukan pilihan, sudah tentu dengan memperhatikan pula keberadaan sumber daya alam dan manusia, keadaan geografi, demografi, kultur, system nilai, kondisi sosial dan infrastruktur yang ada.







1890-an
Munculnya Konsep Negara Bangsa oleh Ernest Renan yang menyebabkan berdirinya Negara bangsa di Eropa.


1899
Pemerintah Belanda memberlakukan politik etis di Hindia Belanda.

Berdampak pada munculnya beberapa intelektual muda yang bersentuhan dengan pemikiran Barat, termasuk tentang Nasionalisme
1908-1926

Berdiri berbagai macam  organisasi rakyat kedaerahan di Hindia Belanda (Island People) seperti BO, SI, NU, dsb.

1917
Revolusi Bolshevik Soviet

Lihat pemberontakan komunis di Indonesia tahun 1926 dan 1948
1918
Muncul Perang Dunia I diantara berbagai Negara Bangsa Eropa

Terjadi sebagai dampak munculnya Negara-bangsa eropa dan perebutan Negara jajahan di Asia dan Afrika
1926

Pemberontakan Partai Komunis Hindia Belanda
Pemberontakan ini banyak yang diilhami oleh terjadinya revolusi Bolsevik di uni soviet, sejak itu banyak tokoh Indonesia yang melakukan kontak dengan uni Sovyet.
1928

Terjadi Kristenisasi konsep kebangsaan di kalangan masyarakat Indonesia yang tercermin dalam peristiwa sumpah pemuda

1930-an
Terjadi resesi Ekonomi di negara-negara kapitalis yang menyebabkan terjadinya konflik antar mereka dalam memperebutkan negara jajahan. Terjadi konsolidasi diantara mereka yang menyebabkan timbulnya Blok Axis (Jepang dan Jerman) dan Allies (Sekutu).

Pada saat ini AS mulai menyusun konsep sosiologi untuk membuat rekayasa sosial yang akan diterapkan di negara jajahan sosiolog yang menyusun konsep ini adalah Telcott Parsons.
1939-1945
Terjadi perang Dunia II antara Sekutu melawan Axis.
Konsolidasi untuk merealisasikan konsep negara Bangsa.

1944
Pertemuan Bretton Woods yang menghasilkan kesepakatan dibentuknya PBB, World Bank, IBRD, IMF, dan GATT.

Lembaga-lembaga ini dibentuk sebagai antisipasi atas kemerdekaan negara-negara jajahan. Kebijakan inilah yang menjadi pemicu tumbuhnya perusahaan-perusahaan besar di negara maju dan mulai merambah ke negara-negara berkembang. Inilah yang disebut dengan MNC (Multi Nasional Coorporation) dan TNC (Trans Nasional Coorporation).
1945
PBB berdiri, ditandatangani deklarasi HAM
Muncul negara bangsa indonesia melalui proklamasi kemerdekan RI dengan memanfaatkan kondisi Konflik Internasional.
Pada dekade ini, setelah ada PBB dan Piagam HAM banyak negara jajahan yang memperoleh kemerdekaan.
Okt. 1945

Keluar Resolusi jihad dari NU yang berisi seruang perang suci untuk menghadapi serangan-serangan sekutu. Semua ini diambil karena tidak ada tindakan tegas dari TNI untuk menghadapi serangan sekutu yang ingin merebut kembali NKRI
Seruan ini membangkitkan semangat perjuangan umat islam (NU) hingga menyebabkan berkobarnya pertarungan di berbagai tempat khususnya disurabaya  yang melahirkan peristiwa 10 November yang kemudian dikenal dengan hari Pahlawan Nasional.
1948
Presiden AS melakukan pertemuan dengan para pakar di MIT untuk membahas strategi mengendalikan negara-negara yang baru merdeka, desepakati penetapan ideologi developmentalisme di negara berkembang

Dengan diterapkanya ideologi ini developmentalisme maka dilakukanlah konsep ekonomi pertumbuhan dari WW Rostow dan sosiologi Strukturalisme Fungsional dan Talcott Parsons.
1948
Perwakilan komunis cina di bawah pimpinan Mao Ze Dong merebut kekuasaan di cina daratan setelah mengalahkan jepang dan partai Nasional cina.
Terjadi pemberontakan PKI.
Munculnya berbagai gejolak di indonesia pada masa awal kemerdekaan hingga runtuhnya soekarno ditengarai sebagai dampak perebutan pengaruh dari AS sebagai wakil kapitalisme dan US sebagai wakil komunisme yang sedang terlibat dalam perang dingin setelah PD II
Lihat Pemberontakan G-30 S PKI tahun 1965 di indonesia
Nov. 1949

Keluar UUD RIS

Januari 1950-1958

Muncul gerakan separatis di indonesia di mulai dari negara pasundan dan diakhiri PRRI permesta.

1955

Dilaksanakan pemilu yang pertama setelah indonesia merdeka.
Dalam pemilu ini partai besar diperoleh PNI NU, Masyumi, dan PKI NU memperoleh suara 18 %. Tiga kekuatan PKI, NU, PNI akhirnya menjadi kekuatan penyangga Bung Karno hasil pemilu ini membuat kapitalis (AS) di indonesia semakin meningkat

Tidak ada komentar:

Posting Komentar