Rumah Aspirasi HPMB-Raya

Mars HPMB Raya

Saince 28 Juni 2007 Inilah Himpunan Kami HPMB Raya Himpunan Pelajar Mahasiswa Bantaeng Raya  Melangkah Bersama Setia, Teguh dan M...

Rabu, 30 November 2016

Pelajaran Sangat Berharga Dari Genosida Umat Islam Bosnia (Refleksi Terhadap Toleransi Beragama)

Penulis : Ilham Tirta (Wartawan Republika Online)

PELAJARAN SANGAT BERHARGA
DARI GENOSIDA UMAT ISLAM BOSNIA
(Refleksi Terhadap Toleransi Beragama) 

Pada abad ke-13, Bosnia adalah negara dengan mayoritas Muslim. Mereka hidup damai dengan kaum minoritas. Pada masa itu, setidaknya ada 45 persen dari 4,7 juta warga Bosnia memeluk agama Islam. Sisanya adalah Kristen Ortodoks, Katolik, Protestan, dan lainnya.

Arus modernisasi membuat penduduk Bosnia mengikuti gaya Eropa pada umumnya. Identitas agama tidak lagi terlihat mencolok. Semua hidup berdampingan dengan damai dalam bingkai kerukunan antarumat beragama.

Kehidupan Muslim dengan nilai-nilai Islamnya lambat laun pudar di negeri Balkan. Diskotek dan bar muncul di setiap sudut kota. Tak ada lagi jarak antara Muslim dan non-Muslim. Mulai dari cara berpakaian, bergaul, hingga merayakan hari-hari besar keagamaan. Semuanya membaur atas nama besar toleransi.

Dalam diary yang ditulis Zlatan Filipovic--seorang gadis Muslim yang terlahir dalam keluarga terhormat di Sarajevo yang menjadi ibu kota Bosnia--diceritakan bagaimana sekulernya warga Muslim sebelum 1992. Pada masa itu, tak ada lagi wanita Muslim yang memakai kerudung. Kaum lelaki juga hampir sama dengan para lelaki non-Muslim lainnya.

Ketika hari raya agama, seperti Natal dan Lebaran Muslim, hampir seluruh warga Bosnia merayakannya. Tak peduli dia Muslim atau bukan. Anak-anak Bosnia juga terbiasa dengan tradisi barat, seperti Valentine, April Mop, tahun baru, Halloween, dan sejenisnya. Sementara, shalat tak lagi dilakukan.

Muslim Bosnia--seperti Muslim Indonesia yang hijrah dari kepercayaan awalnya Hindu, Buddha, dan animisme--berasal dari pengikut Bogomil, pewaris keturunan Heretis. Keyakinan ini lenyap setelah Islam dari Ottoman Turki masuk dan menawarkan persamaan derajat. Sementara, Bosnia sendiri beridentitas sebagai penduduk mayoritas Muslim, pascaterpecahnya negara federal Yugoslavia (Slovenia, Kroasia, Bosnia dan Herzegovina, Serbia, Montenegro, dan Makedonia) pada 1990.

Di tengah keterlenaan mendalam umat Muslim Bosnia terhadap gaya hidup sekularisme dan toleransi agama yang berlebihan, bangsa Serbia yang mayoritas memeluk Kristen Ortodoks menyimpan api dalam sekam. Dengan dalih penyatuan kembali Yugoslavia dalam Republik Srpska, Serbia melakukan pembantaian terhadap Bosnia dan/atau pemeluk Islam.

Sejarah mencatat aksi Serbia kepada umat Muslim Bosnia itu sebagai genosida terbesar pada masa modern. Pembunuhan dilakukan secara sistematis. Tujuannya menghapus sebuah bangsa dan etnik. Sekuler dan bergaya non-Muslim tak menyelamatkan Muslim Bosnia. Mereka dilenyapkan dan dibantai karena menyandang identitas agama Islam.

Di atas kertas, Komisi Federal Bosnia untuk Orang Hilang mencatat ada 8.373 lelaki dan remaja Muslim Bosnia yang dibunuh dan terbuang dalam ratusan kuburan massal. Pada Juli 2012, 6.838 nama korban teridentifikasi dari galian kuburan massal.

Zlatan Filipovic, gadis 13 tahun (saat mulai peperangan) yang selamat dari pembantaian yang berlangsung hingga 1995 tersebut menulis kesaksiannya. Muslim Bosnia yang tadinya tidak begitu memedulikan nilai-nilai Islam tersentak kaget mendapat serangan yang dimulai pada April 1992.

Teman, saudara, dan anggota keluarga yang beragama lain yang tadinya akrab, natalan bersama, dan merayakan Valentine bersama, kini meninggalkan mereka, bahkan berbalik menyerang dan membunuh mereka bersama tentara Serbia.

Di tengah-tengah puing bangunan yang hancur terdengar desingan peluru yang menggema, ledakan mortir, dan tangis pilu wanita Muslim korban pemerkosaan. Dalam kegetiran, Muslim Bosnia mulai sadar dan kembali kepada identitas keislaman mereka.

Kesadaran muncul. Kaum perempuan kembali menggunakan kerudung, para lelaki sambil menenteng senjata untuk bertahan mulai kembali melakukan shalat. Azan mulai bergema di sela-sela gedung yang roboh. Kitab suci Alquran yang telah lama tersimpan di lemari-lemari dibuka kembali. Namun, mereka terlambat. Mereka sedang diburu peluru dan ujung belati yang haus darah Muslim.

Gempuran yang terjadi membuat Muslim Bosnia harus mengungsi ke kamp-kamp pengungsian. Srebrenica menjadi salah satu kamp terbesar. PBB menyatakan Srebrenica sebagai zona aman bagi pengungsi. Namun, zona itu hanya dijaga oleh 400 penjaga perdamaian dari Belanda, versi lain bahkan menyatakan hanya 100 personel. Tidak ada yang menjamin nyawa Muslim yang mengungsi aman.

Medan pembantaian terbesar umat Muslim abad modern ini bahkan membuat Indonesia tersentak. Pada awal Maret 1995, Presiden Soeharto dan rombongan terbang langsung ke Eropa dan merangsek ke wilayah yang membara, Sarajevo. Memimpin negara Muslim terbesar menjadikan Soeharto melakukan operasi "berani mati" walau PBB menyatakan tak bisa menjamin keamanan kunjungannya.

Pada 6 Juli 1995, pasukan Serbia mulai menggempur pos-pos tentara Belanda di Srebrenica dan berhasil memasuki Srebrenica lima hari setelahnya. Anak-anak, wanita, dan orang tua berkumpul di Potocari untuk mencari perlindungan dari pasukan Belanda. Pada 12 Juli, pasukan Serbia mulai memisahkan laki-laki berumur 12-77 tahun. Mereka dibawa dengan dalih untuk interogasi. Sehari setelah itu, pembantaian terjadi di gudang dekat Desa Kravica.

Malang tak terbendung. Kabar yang berembus menyebut 5.000 Muslim Bosnia yang berlindung diserahkan kepada pasukan Serbia karena Belanda meninggalkan Srebrenica. Muslim Bosnia pun sendirian di antara negara-negara Eropa yang hebat.

Dalam waktu lima hari, 8.000 orang terbunuh di Srebrenica. NATO turun tangan setelah pembantaian, memaksakan perdamaian yang sangat terlambat. Di Sarajevo, 11 ribu orang dibantai tanpa ampun selama tiga tahun penyerangan. Diperkirakan, keseluruhan korban perang Bosnia mencapai 100 ribu orang.

Sesuai dengan Kesepakatan Dayton tahun 1995, keutuhan wilayah Bosnia dan Herzegovina ditegakkan. Namun, negara tersebut dibagi dalam dua bagian: 51 persen wilayah gabungan Muslim-Kroasia (Bosnia dan Herzegovina) dan 49 persen Serbia. PBB juga berjanji mengadili para penjahat perang dalam serangan yang kemudian disebut genosida pertama di dunia.

Mantan presiden Republik Srpska (Serbia) Radovan Karadzic ditangkap pada 21 Juli 2008. Tiga bulan lalu, 23 Maret 2016, Karadzic diganjar 40 tahun penjara oleh International Criminal Tribunal for the former Yugoslavia (ICTY). Dia terbukti bersalah atas pembantaian 8.000 Muslim Bosnia.

"Karadzic juga melakukan kejahatan kemanusiaan lain selama Perang Bosnia 1992-1995,'' demikian bunyi amar putusan ICTY. Sementara, pemimpin serangan Srebrenica, Jenderal Ratko Mladic, ditangkap pada Mei 2011. Kini dia sedang diadili di Mahkamah Internasional.

Pembantaian Muslim Bosnia dengan dalih penyatuan negara menjadi pelajaran bagi umat Islam di luar semenanjung Arab, khususnya Indonesia. Cerita pilu yang mendera Bosnia sepatutnya mengingatkan Indonesia agar tidak terlena dalam penghambaan pada sekulerisme. Sebab, sekulerisme memiliki banyak wajah. Salah satunya adalah untuk menghilangkan warna, pengaruh, dominasi, dan hak-hak yang mayoritas.

Ketika Muslim mayoritas lemah karena krisis identitas, akan sangat mudah dipecah dan diadu domba. Di Indonesia sendiri, upaya agar Muslim meninggalkan identitas agama dalam kehidupan berbangsa dan negara telah ada sejak dulu.

Belakangan, gerakan itu mulai tampak di permukaan dengan sangat masif dan sistematis, bahkan oleh lembaga legal sekali pun. Karena itu, jangan heran jika ada Muslim yang sangat ngotot menghina agamanya demi membela kebebasan versinya.

Jangan heran jika ada Muslim yang ikut menghina ulamanya hanya karena ulama tersebut tak sepaham dengannya. Tidak heran jika banyak Muslim tak suka dengan tulisan-tulisan yang membahas penolakan Islam terhadap sekularisme. Inilah yang terjadi di Indonesia masa kini, negara yang masih dihuni oleh mayoritas umat Islam.

Sementara, tidak ada yang salah dalam toleransi, sepanjang yang diberi toleransi tidak berlebihan, apalagi sampai menindas yang memberi toleransi. Di al-Ludd (kini Tel Aviv), Palestina pada 1903, beberapa Yahudi datang menawarkan persaudaraan dan hidup damai dengan warga Arab dan Palestina.

Namun, hari-hari setelah deklarasi berdirinya Negara Israel pada 1948 oleh Eropa, warga Yahudi berubah menjadi buas bersama kedatangan para tentara Israel. Juli 1948, warga Arab Palestina dibantai, termasuk ribuan orang yang dimasukkan ke dalam masjid kemudian diberondong dengan peluru antitank.

Malamnya, sekitar 35 ribu orang Arab Palestina berduyun-duyun meninggalkan kota kelahiran mereka, yang kemudian menjadi pusat pembantaian berikutnya: Tel Aviv. Hari berganti, warga Yahudi datang dengan gelombang eksodus setiap saat. Jadilah Palestina yang terjajah hingga saat ini. Sederhana, tapi sangat ekstrem dan kejam.

Dunia juga mencatat betapa kejam perlakuan kepada pemeluk Islam yang menjadi minoritas. Hanya PBB dan bantahan dari Myanmar sendiri yang menyatakan pembunuhan terhadap Muslim Rohingya bukan sebuah genosida. Jauh dari itu, kenyataan menceritakan bagaimana genosida dilakukan dengan cara brutal dan terbuka oleh Buddha Myanmar kepada Rohingya yang tak berdaya.

Belajar dari Muslim Bosnia yang mayoritas, saat ini mereka menjadi lebih agamais. Di tengah toleransi, perbedaan, dan kerukunan antarumat beragama, mereka tetap memperhatikan nilai-nilai Islam sebagai identitasnya. Kenyataan pahit 1992-1995 telah mengajarkan kepada mereka bagaimana dunia berdetak, bahwa keburukan hanya beberapa helai di balik kebaikan.

Kini Muslim Bosnia tak lagi merayakan tahun baru. Mereka lebih banyak menjaga diri dari melecehkan akidah Islam. Meski begitu, Bosnia tetap menjadi satu-satunya tempat di Eropa, di mana terdapat gereja, masjid, dan sinagoge yang berdiri berdampingan.

Mungkin 1,8 juta Muslim Bosnia mulai sadar bahwa apa yang dikatakan menantu Rasulullah SAW, Ali bin Abi Thalib, "Kejahatan yang terorganisasi akan mampu mengalahkan kebaikan yang tak terorganisasi," benar adanya. Wallahualam.

Editor : Adhe Shira 

Selasa, 29 November 2016

Training Merah Hitam HPMB Raya

Training Merah Hitam HPMB_Raya

Mahasiswa adalah kelompok intelektual yang semestinya senantiasa mencari hakikat, kegunaan, dan peran ilmu pengetahuan untuk menjawab permasalahan kehidupan. Sosok mahasiswa ideal harus bisa menjadi titik terang bagi pencarian solusi atas realitas sosial di masyarakat.

Mahasiswa ideal merupakan kesempurnaan seorang mahasiswa yang mampu menata, melatih, dan mensupport diri serta mampu mengatur diri untuk aktif dalam berbagai bidang baik perkuliahan maupun non perkuliahan. Menjadi seorang mahasiswa bukan berarti hanya bergelut dalam dunia akademis yang hanya mengandalkan ilmu pengetahuan saja sesuai bidang yang diambilnya. Tetapi harus mempunyai wacana lebih yang akan dapat menjadikan diri lebih berkualitas.

Mahasiwa yang merupakan golongan elit di bangsa ini yang mana akan membawa perubahan agar bangsa ini lebih jaya. Mahasiswalah yang mempunyai tingkat keilmuan lebih tinggi dari pada yang lainnya. Karena itu, mahasiswa, tanpa ada hak menolak, telah dibebani tiga buah peran yaitu sebagai agen perubahan (agen of change), penjaga nilai, dan cadangan masa depan. Oleh sebab itu, mahasiswa ideal adalah mereka yang dapat menyadari, memahami, dan menjalankan peran yang diberikan kepada mereka dengan sebaik-baiknya.

Seorang agen perubahan dituntut untuk memberikan pengaruh kepada manusia yang lain sehingga perubahan itu dapat terjadi di sekitarnya. Ini menuntut adanya pengetahuan yang cukup tentang manusia. Di sinilah letak pentingnya kapasitas sosial politik. Agar para agen tersebut dapat berkomunikasi secara baik dengan manusia lainnya untuk menyampaikan gagasan perubahan yang dibawanya serta efektif dalam merekayasa perubahan sosial di sekitarnya.

Mahasiswa sebagai penjaga nilai memerlukan kapasitas akhlak dan moral yang baik. Dapat kita simpulkan secara sederhana bahwa akar permasalahan yang ada di bangsa ini adalah busuknya moralitas. Mahasiswalah yang masih dianggap idealis untuk mengatakan yang benar itu benar dan salah itu salah.

Karena mahasiswa dinilai tidak memiliki kepentingan politis dalam memperjuangkan apa yang dikatakannya. Karena itulah gerakan mahasiswa sering disebut sebagai gerakan moral.

Peran yang ketiga adalah sebagai cadangan masa depan (iron stock). Mahasiswalah yang akan mengisi pos-pos kepemimpinan di bangsa ini. Mereka adalah calon ilmuan, insinyur, dokter, menteri, jaksa, polisi, presiden, dsb. Untuk bisa memimpin, kemampuan retorika dan moralitas yang baik saja tidak cukup. Melainkan diperlukan juga kompetensi kongkrit yang mumpuni di bidang masing-masing. Semakin banyak bidang yang kita unggul di dalamnya, semakin banyak bahasa yang bisa kita gunakan untuk membahasakan keinginan-keinginan kita.

Tipe ideal of university student merupakan tipe tingkat tinggi yang tidak semua orang biasa meraihnya. Tipe inilah yang membangun pondasi bagi mahasiswa karena terjadinya mahasiswa yang ideal ialah bisa  memanage waktu. Perkuliahan aktif, smart, rajin, dan indeks prestasi diatas 3,00. ia lebih mengutamakan kuliah dari kegiatan-kegiatan lainnya.

Dalam berdiskusi selalu vokal artinya lebih banyak berbicara demi kemajuan diri dari pada menjadi pendengar setia. Disamping itu mahasiswa ideal memilik daya intelektual tinggi serta berwawasan luas. Hal yang penting adalah aktif dalam organisasi kampus dan juga bisa bekerja disela sela waktu yang kosong selagi itu tidak mengganggu aktivitas lainnya.

Itulah tiga peran yang berada di pundak para mahasiswa. Ketika mahasiswa belum mampu memahami tanggungjawab mereka maka tak layak disebut mahasiswa. Karena itu, segeralah kita tersadar bahwa masyarakat sedang menunggu kiprah kita sebagai agen perubahan

Ikuti dan sukseskan Training Merah Hitam HPMB Raya tanggal 14-17 Desember 2016 yang bertempat di sekretariat Ba'Ba Eja Jl. Alfajri Paccinongan kabupaten Gowa.

Sabtu, 19 November 2016

Peran penting Kaderisasi Dalam Memperkokoh Organisasi


 
            Saya ingin mengawali tulisan ini dengan perkataan aristoteles di dalam bukunya yang berjudul La Politic bahwa setiap imperium yang tidak mampu memberikan pendidikan bagi generasi berikutnya maka tunggu saja waktunya imperium itu akan mengalami masa kehancuran. Begitu pentingnya pendidikan sehingga apabila kita berbicara pendidikan maka sama pentingnya dengan membicarakan keberlangsungan organisasi, imperium atau bentuk kumpulan manusia apa pun.

             Sebuah negara hanya akan besar apabila negara tersebut memiliki sumber daya manusia yang berkualitas untuk berpartisipasi dalam jalannya roda kenegaraan. Tentu sumber daya manusia barulah mengalami kualifikasi ketika manusia-manusia-nya diberikan pendidikan yang baik pula. Pendidikan merupakan satu-satunya instrument untuk mencetak sumber daya manusia yang berkualitas, terlepas apa pun bentuk dan metodenya. Anggap saja kita diberikan hak untuk mengkategorikan mana saja negara-negara di dunia ini yang bisa diklasifikasikan sebagai negara maju, maka apa yang akan kita jadikan tolak ukur untuk menilainya? Kalau pembaca menanyakan kepada saya hal tersebut, tentu dengan segera saya menjawab bahwa pendidikan adalah tolak ukur utama apakah negara dapat dikatakan maju atau tidak.

           Indonesia di dalam preamble UUD 1945 tegas diguratkan bahwa negara dibangun yakni salah satunya adalah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Juga dikatakan agar pemerintah mengalokasikan minimal 20% anggaran di dalam APBN sebagai bentuk realisasi pembangunan sumber daya manusia lewat pendidikan yang baik walau penganggaran saja tidaklah cukup tanpa disertai dengan pembenahan di sisi lainnya seperti infrastruktur, kualitas pengajar, kurikulum yang baik serta suasana hidup di lingkungan pendidikan tersebut. Mari kita sejenak bercermin kepada negara kecil yang kemajuannya sangat pesat di wilayah asia tenggara. Singapuara misalnya, negara ini seperti yang pernah dikatakan oleh Prof Goh Chor Boon Wakil Direktur NIE (National Institute of Education), salah satu lembaga pendidikan pemerintah terbesar di Singapura, yang mengatakan. “Kami tidak punya sumber daya alam, kami tidak punya tambang, kami hanya punya human resourses. Kalau kami tidak punya pendidikan yang baik maka kami tidak akan bertahan.” Penegasan ini, tampaknya bisa dilihat dari anggaran pendidikan Singapura kedua tertinggi setelah anggaran pertahanan. Data tahun 2003: anggaran pendidikan Singapura mencapai 27%, Malaysia 22% dan 2008 mencapai 26%, sementara Thailand 21%.  Malaysia yang dulu mengimpor guru Indonesia, telah jauh melesat.

             Dengan komposisi anggaran yang besar, pemerintahnya sukses menanggung beasiswa pelajar dan mahasiswa di luar negeri. Dan Singapura Si Negara Kota, mengaku telah melewati fase Pembangunan Landasan Riset dan Pengembangan sejak lama, yang ditandai salah satunya dengan pendirian Dewan Teknologi dan Sains Nasional tahun 1991.

              Dalam konteks partai, kita juga bisa melihat pola pendidikan atau kaderisasi yang diterapkan untuk membangun kader-kader yang diharapkan menjalankan visi-misi partai. Lemahnya kaderisasi di dalam partai akan berdampak langsung terhadap melemahnya partai. Tanpa kader yang kuat tidak ada organisasi kokoh bisa terbentuk, begitu juga sebaliknya tanpa organisasi yang kokoh sulitlah melakukan kaderisasi yang baik. Sudah barang tentu kedua hal tersebut harus berjalan seiring layaknya mobil dan bensin dimana tanpa salah satu maka keduanya tidak akan bermakna apa-apa.

           Saya ingin mengajak pembaca untuk sedikit bersantai ria bercerita tentang film three hundreds (300) yang mengisahkan tentang perjuangan 300 pejuang spartan yang mempertahankan tanah air dari serangan bangsa luar. Kita tidaklah perlu mempersoalkan apakah hal tersebut benar-benar pernah terjadi atau tidak, karena saya hanya bermaksud untuk menstimulir kita dalam berimajinasi tentang kaderisasi. Lihatlah film tersebut, bangsa spartan hanya menggunakan 300 pejuang dalam peperangan melawan ribuan musuh-musuhnya dengan senjata yang lengkap. Apa yang membuat pejuang-pejuang tersebut mampu mengimbangi musuh dalam peperangan tersebut. Kita bisa melihat mereka memiliki strategi yang kuat, strategi yang membaca dan memanfaatkan medan peperangan dengan baik demi keuntungan barisannya. Mereka juga memiliki kedisiplinan gerakan dan ketaatan komando serta koordinasi yang baik antar setiap personil sehingga formasi-formasi barisan dengan mudah dibentuk dan memang benar-benar kokoh. Kedisiplinan dan militansi benar-benar terlihat dan merasuki setiap jiwa pejuang tersebut, terlebih film ini menggambarkan nyawa dari keberanian pejuang-pejuang tersebut yakni rasa cinta mereka terhadap tanah air dan bangsa yang kita kenal dengan nasionalisme. Itulah yang menjadi nyawa dari keberanian para pejuang-pejuang sparta.

           Baiklah kita tafikan sejenak persoalan fantasi film yang barusan kita bicarakan, mari kita sejenak memperhatikan realita kehidupan yang terjadi di dunia ini. Ketika kita terlahir ke dunia ini, kita langsung dihadapkan pada alam dimana kita harus beradaptasi dan berinteraksi dengan segala sesuatu di luar kita. Kita yang tadinya tidak bisa berbahasa kemudian perlahan diberikan sentuhan linguistik oleh pertama-tama ibu, lalu oleh lingkungan sekitar, sampai kita mampu berkomunikasi dengan menggunakan bahasa, tadinya yang kita hanya bisa terbaring kemudian mampu untuk berjalan bahkan berlari, awalnya kita minum asi kemudian kita bisa memakan nasi. Saya menceritakan ini agar pembaca melihat realitas terdekat bahwa sesungguhnya kita dari sejak lahir hingga saat ini telah mengalami perkembangan diri, sekali lagi saya katakan apapun cara dan media yang membuat kita berkembang tidaklah begitu saya persoalkan, karena itu relatif, namun hal terpenting yang mau sampaikan bahwa proses perkembangan tersebut bisa kita katakan kaderisasi dalam konteks luas. Atau lebih ekstrim lagi, seluruh proses kehidupan yang ada di dunia ini apapun bentuknya, disadari atau tidak, bila kita pandang dari segala perspektif merupakan bentuk kaderisasi. Pernyataan tersebut senada dengan pernyataan yang pernah dilontarkan oleh bapak pendidikan nasional KI HAJAR DEWANTARA bahwa semua adalah guru, dan setiap tempat adalah perguruan.
 
           Marilah sedikit kita persempit konteks pembicaraan kita dalam lingkup organisasi. Tidak perlu saya jelaskan lebih panjang terkait apa itu organisasi? Dan kenapa pembahasannya harus dibedakan dengan komunitas atau kumpulan-kumpulan lain. Cukuplah kita mengetahui bahwa organisasi merupakan sekumpulan orang yang memiliki tujuan (cita-cita) dan akan kita capai dengan langkah-langkah tertentu. Untuk mencapai tujuan tersebut manusia-manusia yang ada di dalamnya diberi aturan-aturan demi pendisiplinan mencapai tujuan.

            Kenapa begitu penting kita harus menata kaderisasi di tubuh organisasi? Ini yang harus kita jawab dengan lantang dan tegas agar kita memiliki arah dalam mengarungi samudra pemakanaan terhadap satu kata yakni kaderisasi. Di atas telah kita ulas bahwa organisasi memiliki tujuan. Bagaimana tujuan itu dapat tercapai apabila sekumpulan orang tersebut tidak memahami secara utuh apa tujuannya dan bagaimana langkah-langkah mencapai tujuan. Lalu apakah ketika mereka tahu secara utuh tentang tujuan dan langkah-langkah mencapai tujuan dengan sendirinya kita akan mau bergerak mewujudkan cita-cita organisasi? Kemauan mensyaratkan adanya semangat, dan tentulah mereka yang ada di organisasi harus dibangkitkan semangatnya untuk merealisasikan tujuan organisasi. Kita andaikan saja semua orang di dalam tubuh organisasi telah memiliki semangat dan kemauan untuk mengimplementasikan tujuan, saya kemudian bertanya sekali lagi, apakah setelah mereka memiliki pengetahuan tentang tujuan, semangat untuk mencapai tujuan, dan mau untuk mencapai tujuan itu dengan sendirinya kita akan melakukan pergerakan? Saya tegaskan belum tentu. Kita harus melihat variabel resiko di dalamnya. Setelah mereka tahu, semangat dan mau dan kemudian mereka dihadapkan kepada resiko-resiko tertentu, mungkin timbul kebimbangan untuk bergerak di jalan yang sudah ditentukan. Oleh karena itu tahap mau haruslah dirubah menjadi tahapan bertindak atau bergerak dan hal tersebut mensyaratkan adanya pengorbanan.

           Mungkin pembaca menganggap hal diatas adalah pembahasan yang biasa-biasa saja dan dirasa kurang penting. Tapi saya ingin tegaskan persoalan ini bukanlah persoalan yang sederhana namun membutuhkan usaha yang super berat dalam membangunnya. Ucapan saya seirama dengan apa yang telah diucapkan oleh bung karno ketika dia berbicara di depan rakyat tentang tahapan-tahapan itu. Apa tahapan-tahapan itu? Tahapan itu dalam konteks nasional dikumandangkan bung karno dengan peristilahan national spirit meningkat menuju national will hingga mencapai nasional daad. Berulang-ulang kali beliau menyampaikan itu kepada rakyat bukan sekedar jargon tetapi hal tersebut mengindikasikan betapa besar usaha yang diperlukan untuk membangunnya

Editor: Adhe Shira

Jumat, 18 November 2016

Telikungan Kapitalisme Global dalam Sejarah Kebangsaan indonesia

Buku yang di Tulis Oleh Hasyim Wahid

TELIKUNGAN KAPITALISME GLOBAL 
OPERA SABUN REFORMASI
(Pengantar Dari Penerbit)

            Sejak mulai  awal berdirinya, hingga kini, agaknya nama Indonesia tidak pernah  lepas dari Konstalasi Dunia ( global ). Dalam Sejarah Indonesia, banyak bukti menunjukkan bahwa Indonesia sering dikendalikan oleh wacana “Asing” yang Kadang berwatak Imprealistik. Bangsa Indonesia sering dijejali atau terpakau dengan wacana dari “luar” yang (kadang) membuat Indonesia masuk dalam Lingkarang Hegemoni. Sebut saja misalnya kosakata berikut : Nasion-State (Negara-Bangsa), Politik Etis, Nasionalisme, Demokrasi, Developmentalisme (Pembangunanisme) Dan Sebagainya. Persoalannya bukan sekedar dikotomi antara “Barat” dan “Timur”  yang berwatak Dangkal dan Picik itu, akan tetapi adalah pada soal bahwa Wacana-Wacana diatas yang (Kebetulan) berasal dari Barat itu sering berefek Menjajah dan Menelikung.
Indonesia lantas tidak sekedar masuk dalam lingkaran wacana (Barat) yang menggerus dirinya, akan tetapi juga masuk dalam cengkraman Imprealisme Global yang sangat Hegemonik. Indonesia dijajah dan dikendalikan, misalnya dalam Aspek Sosial, Politik, Ekonomi, Ideologi, Budaya dan Seterusnya. Dan Gurita Imprealisme yang Hegemonik, yang Menjajah dan Menelikung, Indonesia (Juga Negara-Negara Berkembang Lainnya) itu bernama Kapitalisme Global. Dominasi Kapitalisme Global itu, hampir-hampir telah Menyeluruh dan Total. Dari dulu hingga kini, betapa banyak peristiwa dan sejarah ditanah air yang dicampurtangani bahkan dibikin atau direkayasa oleh Imprealisme/Kapitalisme Global. Kita kadang terperangah dan sama sekali tidak menyadari hal itu. Sebut saja diantaranya : Drama Politik PKI, keruntuhan  Orde Lama dan naiknya Orde Baru, Peristiwa Malari, Berbagai Pemberontakan Sparatis Di Tanah Air, Infasi, Dan Penyerbuan Ke Timor-Timor, Tumbangnya Soeharto (Orde Baru), Euphoria Reformasi dan Masih Banyak Lagi.

             Maka, sebuah upaya untuk melakukan perubahan di Tanah Air, tanpa mengaitkannya dengan Struktur Kapitalisme/Imprealisme Global, tentu akan menemui jalan buntu. Soalnya upaya Demokratisasi tidak sekedar berhadapan dengan  negara  (kekuasaan ), militer, elit politik, elit ekonomi, dan semacamnya, akan tetapi secara lebih luas dan lebih dalam akan berhadapan dan membentuk struktur kapitalisme-imprealisme global yang Dominatif dan Hegemonik. Untuk itu, “Pembacaan Ulang” terhadap sejarah kebangsaan Indonesia serta Analisis dan Pembongkaran terhadap wacana kapitalisme-imprealisme global tentu sangat urgen bagi upaya Civic Education (Pendidikan Politik untuk Warga Negara), soalnya sebagaimana ditulis dalam buku yang ada di tangan Anda ini, “Setiap Upaya Diagnosa Dan Terapi Atas Persoalan Yang Terjadi  Di Indonesia Tanpa Melihat Keterkaitannya Dengan Konstelasi Global, Niscaya Akan Menemui Kegagalan” .
Buku Telikungan Kapitalisme Global  dalam Sejarah Kebangsaan  Indonesia  ini, merupakan “Pembacaan Ulang” yang Cerdas, Tajam, Padat, dan sudah barang tentu Provokatif terhadap sejarah kebangsaan Indonesia , dari dulu hingga kini, mulai dari era berdirinya Indonesia hingga bercokolnya dinasti Kapitalisme Global, mulai dari era-era awal Indonesia ditemukan, hingga Era Reformasi seperti saat ini. Beberapa sisi “ Pembacaan Ulang”nya mungkin tidak asing bagi telinga kita, akan tetapi juga ada beberapa sisi bahkan banyak diantaranya yang kadang belum kita ketahui, dan untuk itu mengejutkan kita. Salah satu keunggulan Analisis Penulisan buku ini adalah terletak pada Sistematika, keruntutan dan keutuhannya dalam menganalisis dan data disana-sini yang tergolong baru dan otentik, bahkan tidak kita temukan dalam discourse dan wacana “Resmi” yang kita kaji dan kita kunya selama ini.
Penulis buku ini, Hasyim Wahid (yang sebenarnya layak diberi predikat Kiai Haji), agaknya punya indera ke enam, ketajaman dan kemampuan Intelejen serta Informasi Alternatif yang tidak dipunyai oleh orang kebanyakan . maka mungkin bisa dimaklumi jika buku ini nanti memicu Kontroversi dan Polemik, serta mengundang Pro dan Kontra. Hasyim Wahid, yang akrab dipanggil Gus Lim, agaknya merupakan sosok “Misterius” yang entah mengapa sering menghindar dari publikasi. Adik KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) ini adalah sosok yang aktif bergerak dalam lipatan-lipatan sejarah ditanah air, ikut menceburkan diri dalam arus perubahan, tetapi lebih sering berada di belakang layar, dari pada menampakkan diri dimedia massa dan hingar bingar publikasi. Diam-diam, Gus Lim sebenarnya merupakan sosok nyentrik yang punya mobilitas sosial dan basis Intelektual /Konseptual yang memadai. Dia tipe petualang ide yang mengasah pemikirannya secara otodidak. Kemisteriusan atau keajaiban? . Gus Lim sebagai sosok sipil misalnya terletak pada  “ Mata Rangkap” dan kemampuan Intelejennya dalam menangkap beberapa fenomena yang merupakan hal yang rahasia, seperti kita baca dalam (beberapa Bagian) buku ini.

              Analisis tentang indonesia dan konstelasi global dalam buku ini secara sederhana dibagi dalam tiga fase sejarah dengan berbagai varian di dalamnya, yaitu periode pra-kemerdekaan yang dibatasi pada masa munculnya semangat nasionalisme, masa kemerdekaan dibawah pengaruh perang dingin, dan masa Orde Baru yang berjuang pada era reformasi. Dalam buku ini, Gus Lim Banyak menganalisis dan melontarkan hal-hal yang menurut persepsi umum “tidak dikatakan” dan”tak terkatakan” sekaligus.
Maka jangan heran, setelah memunculkan data, argumentasi dan analisis yang cukup menyakinkan, berbeda dengan optimisme dan heroisme publik yang kadang naif, Gus Lim memandang bahwa gegap gepita “perubahan” yang telah, sedang dan akan terjadi pada era tumbangnya soeharto (Orde Baru) dan setelahnya adalah sekadar merupakan episode dari pentas “Opera Sabun Reformasi”, suatu kosakata yang bernada sinisme, namun sekaligus jenaka dan berbau komedi. Meski menkritik dan menohok setajam itu, Gus Lim tetap tidak kehilangan optimisme, dalam buku ini dia juga menawarkan beberapa  alternatif yang layak kita coba, pada saat ini maupun dimasa mendatang.

             Buku  yang singkat, padat dan (mungkin) memicu perdebatan ini agaknya memerlukan elaborasi, lacakan yang dilontarkan sangat perlu dikeroyok dan diperluas secara lebih baik dan apresiatif. Bacalah dan bersiaplah menjemput ” kesadaran” Baru


M. Arif Hakim
Yogyakarta, 20 Agustus 1999


"Untuk Raja Sima,  Konsolidasi Politik Pertama di Nusantara dan untuk pihak yang membuat kami Tertawa"

TELIKUNGAN KAPITALISME GLOBAL
DALAM SEJARAH KEBANGSAAN 
INDONESIA 


PENDAHULUAN 

            Peberadaan Negara Bangsa Indonesia tidak bisa lepas dari Konstalasi Global Internasional. Bahkan bisa dikatahkan Sejarah Indonesia merupakan perpanjangan tangan dari pertarungan kepentingan Sosial, Politik, Ekonomi, dan wacana yang sedang bermain di dunia Internasional. Tanpa mengurangu rasa hormat kepada Negara-Bangsa Indonesia dan para pendirinya, dapat dikatakan bahwa nama indonesia adalah temuan Linguistik-Filologis dari seseorang ilmuan jerman yang bernama A. Bastian. Ini berarti, setiap upaya untuk memberikan diagnosa dan terapi atas persoalan yang terjadi di Indonesia tanpa melihat tanpa melihak Konstelasi Global, niscaya akan menemui kegagalan . Hal ini terlihat dari  kemacetan berbagai Analisis dan Gerakan yang dilakukan oleh para aktivis maupun Intelektual dalam menuntut dan menyikapi perubahan di Indonesia. Kebanyakan mereka melihat Indonesia sebagai entitas tersendiri yang lepas dari Konstelasi Internasional. Akibatnya mereka hanya melihat persoalan, sehingga tidak bisa menemukan akar persoalan yang sebenarnya.

              Karena hal inilah, maka perlu dilakukan analisis secara Komprehensif  atas Sejarah Kebangsaan Indonesia dan kaitannya dengan Kepentingan Global Internasional. Dari sini diharapkan akan dapat ditemukan akar persoalan yang sebenarnya.untik melihat keterkaitan berbagai Peristiwa Global dengan  Sejarah Kebangsaan yang terjadi di Indonesia, berikut ini dipaparkan beberapa penggal sejarah internasional dan pengaruhnya, baik secara Politis, Ekonomis, dan Sosiologis terhadap masyarakat Indonesia. Dalam hal ini  akan dibagi tiga fase Sejarah Indonesia dengan berbagai varian di dalamnya; yaitu Periode Pra-Kemerdekaan yang dibatasi pada masa munculnya semangat Nasionalisme, Masa Kemerdekaan, di bawah Pengaruh Perang Dingin Dan Masa Orde Baru yang berujung pada Era Reformasi.

A.  Masa Pra Kemerdekaan 
          Masuknya penjajah asing  di Indonesia pada tahun 1596 merupakan babak awal tertanamnya pengaruh barat di bumi Indonesia. Berdirinya VOC pada tahun 1602 merupakan tonggak monumental jatuhnya nusantara pada Belanda secara Ekonomis maupun Politis. Pada Era Penjajahan ini negara-negara Kapitalis Barat menenamkan pengaruhnya sekaligus mengendalikan kehidupan masyarakat Hindia Belanda, Meskipun terjadi berbagai gerakan perlawanan dan pemberontakan dengan Intensitas yang berbeda-beda. Baru pada dekade terakhir abad ke-19 terjadi perubahan yang berarti dalam kehidupan masyarakat Hindia Belanda sebagai dampak dari  adanya  perubahan yang mendasar di kalangan berbagai negara-negara barat di Eropa ini dapat disebut dengan era “Kebangkitan Nation State”

a.  Era Kebangkitan Nation-State

            Pada tahun 1890-an seorang pemikir perancis bernama Ernest  Renan. Melontarkan kajian dibidan Politik dalam upayanya menemukan konsep Nasionalisme. Konsep ini tertuang dalam bukunya yang berjudul Wahat Is  a Nation ? (Apakah Bangsa Itu). Pemikiran Ernast Renan ini memberikan pengaruh yang cukup besar di Eropa. Dengan konsep ini muncul berbagai Negara-Bangsa di Eropa. Terjadinya perubahan di Negara-Negara ini berdampak pada Negara-Negara jajahan termasuk Hindia Belanda.

            Bersamaan dengan munculnya Negara Bangsa di Eropa, pemerintah Kolonial Belanda memberlakukan Kebijakan Politik Etis atas Hindia Belanda. Sebagaimana ditulis dalam sejarah, menjelang paro ke-2 abad ke-19 terjadi persaigan yang hebat antara berbagai kekuatan Eropa di Asia Tenggara. Inggris memperkukuh kedudukannya di Sigapura, Semenaajung, Malaya dan Burma ; perancis memperluas Dominasinya atas Kamboja, dan Laos, menyebabkan Muangthai menjadi negara penyangga dan satu-satunya negara merdeka di Asia Tenggara. Perang  Spanyol-Amerika  tahun 1898 memerdekakan Bangsa Filifina dari cengeraman Bangsa Spanyol, namun jatuh dalam kekuasaan Amerika Serikat. Pendeknya Asia Tenggara mengalami penataan baru tatkala terjadi perluasan kawasan pengaruh berbagai kekuatan dunia secara pasti (Akira Nagazumi, 1989;26).

              Disamping perubahan yang terjadi dikawasan Eropa akibat munculnya konsep Negara-Bangsa, perubahan dikawasan Asia Tenggara ini mempengaruhi politik kolonial Belanda. Perubahan ini secara monumental terlihat dalam kebijakan Politik Etis. Kebijakan ini bermula dari usulan seorang pengacara dari mantan pejabat peradilan kolonial yang menjadi anggota Parlemen Negari Belanda yang bernama C. Th. Van Deventer. Pada tahun 1899 Van Deventer menulis sebuah usulan yang berjudul “Utang Budi” yang mengemukakan bahawa Bangsa Belanda berutang Kepada Hindia Belanda oleh keuntugan yang diperolehnya selama dasawarsa-dasawarsa yang lalu. Atas dasar ini, pidato Ratu Wilhelmina dari tahta tahun 1901 mengumandangkan bermulanya zaman baru dalam Politik Kolonial, yang lazim disebut Politik Etis.
Dampak paling nyata dari kebijakan Politik Etis ini adalah terbukanya kesempatan yang makin luas dikalangan pribumi untuk memperoleh pendidikan modern ala Barat. Pada mulanya kesempatan ini diisi oleh golongan priyayi, namun karena adanya kebutuhan tenaga birokarasi yang makin meningkat, sebagai akibat dari perubahan peraturan pemerintah mengenai jabatan birokrasi (burger, 1956), akhirnya banyak juga anak priyayi rendah dan bahkan anak orang biasa yang masuk dalam pendidikan Barat. Akibat lebih jauh dari kondisi yang demikian adalah terjadinya perubahan struktur social masyarakat Hindia Belanda.
Struktur social masyarakat Hindia Belanda (khususnya Jawa) yang dulunya hanya terdiri dari golongan priyayi kraton dan rakyat jelata (Moertono,1968). Kini bergeser karena adanya kelompok professional baru yaitu para birokrat yang secara social mendapat sebutan priyayi. Pada mulanya golongan priyayi kraton menempati posisi yang tinggi di kalangan masyarakat. Dengan masuknya pemerintah colonial, posisi ini menjadi tergeser. untuk mempertahankan posisinya ditengah masyarakat dan rekyat jelata, para priyayi kraton tidak segan-segan menjadi alat dari pemerintahan colonial. Pengulangan gejala social ini terulang pada akhir, abad ke-20 sebagaimana akan dijelaskan dalam paparan berikutnya.

              Pertarungan ini terlihat jelas dalam organisasi Boedi Otomo (BO) yang berdiri pada tahun 1908. Disini terjadi pertarungan yang tajam antara golongan priyayi (jawa) konservatif yang ingin mempertahankan posisinya dimasyarakat maupun dalam jabatan pemerintahan dengan golongan priyayi muda yang lebih berorientasi Barat yang lebih modern, liberal dan terbuka (Robert Van Niel, 1984; 88). Dengan gagasan-gagasannya yang cemerlang, kelompok yang terakhir ini berhasil menggusur kelompok konservatif dari tubuh Buedi Otomo (BO). Lewat organisasi ini kelompok muda yang dipimpin oleh dr. Sutomo, dr. Gunawan Mangunkusumo, dan dr. Rajiman yang berhasil menkomunikasikan pemikiran Barat mengenai Nasionalisme. Organisasi ini menunjukkan pengaruh usaha-usaha barat untuk mengubah kehidupan social dan ekonomi Hindia Belanda dengan berpikir dan bertindak secara Barat modern (Ibid;83).
Karena pengaruh Pemikiran Barat Yang dibawa oleh kelompok kaum Muda yang berhasil mengeyam pendidikan modern ala Barat dan didukung oleh perubahan-perubahan yang terjadi dinegara Barat akibat munculnya Negara Bangsa, akhirnya semangat Nasionalisme berhasil mempengaruhi wacana kalangan masyarakat Hindia Belanda. Akibat Lebih lanjut dari suasana social politik internasional yang demikian, berdirilah organisasi-organisasi kepemudaan dan kemasyarakatan. Namun karena keterbatasan jangkauan dan interaksi, semangat nasionalisme yang ada masih bersifat otomis, sebagaimana tercermin dari dari bbentuk dan corak organisasi yang hanya bersifat etnis dan local. Semangat kesatuan dan persatuan belum tercermin dalam jiwa Nasionalisme Kaum muda dan Masyarakat Hindia Belanda pada saat itu.
Dapat dikatakan, pengaruh era nasion-state yang berkembang di Eropa dan didukung oleh kebijakan Politik Etis pemerintah Kolonial Belanda terhadap masyarakat Hindia Belanda adalah lahirnya oerganisasi-organisasi rakyat yang bersifat local (Island People) dan sectarian sepert Jomg Jawa, Jong Sumatra, Jong Islament Bond, Jong Celebes, SI, Muhammadiyah dan sejenisnya.
Menjelan perang dunia I, Tahun 1917, di Rusia terjadi Revolusi Bolshevik. Revolusi Yang dimotori oleh Lenin ini berhasil memunculkan ideology komunisme yang kemudian berkembang dengan berbagai variannya di berbagai belahan dunia., termasuk di Indonesia. Revolusi ini menjadi embrio terbentuknya Negara-negara komunis yang akhirnya bergabung dalam blok pakta Warsawa. Revolusi ini pula yang mengilhami bangkitnya gerakan komunis di Indonesia yang melakukan pemberontakan pada tahun 1926.


b.  Dampak Perang Dunia I

Ketegagan yang terjadi dinegara-negara barat mencapai puncaknya dengan meletusnya Perang Dunia I pada tahun 1918. Beberapa Negara Eropa, diantaranya Rusia, Jerman, Prancis, Inggris terlibat dalam peperangan. Kejadian ini berpengaruh pada Negara-negara jajahan di Asia, seperti india, Turki, Jepang termasuk Juga Hindia Belanda (Indonesia) hingga melahirkan gelombang revolusi Asia (lih. Gedenkboek 1908-1923, Indonesia Vereeniging, hal. 53). Pertempuran tentara inggris di india pada bulan April 1919 merupakan ilham bagi bangsa Indonesia untuk memperkokoh semangat nasionalisme dalam suatu jalinan yang utuh.
Pengaruh Perang Dunia I dan revolusi Asia atas Bangsa Hindia Belanda digambarkan oleh Koran indonesische Vereeniging sebagai berikut;
“ Api kebangsaan Asia Masih menyala terus dan revolusi Asia belumlah habis. Juga diseluruh daerah Hindia Belanda (Indonesia) menyala api kebangsaan. Siapa yang mengigat sejurus letak pulau-pulau ini di benua Asia, Yaitu diperantaraan negeri-negeri yang bergerak mencapai kemerdekaannya, mengertilah dia, bahwa tidak ada suatu juga diantara segala kejadian-kejadian di benua asia dapat melampauinya.
Letusan meriam di tsoeshina telah membangunkan penduduk indonsia, memberitahukan bahwa matahari telah tinggi serta memaksa penduduk Indonesia turut berkejar-kejar dengan bangsa asing menuju padang kemajuan kemerdekan……..Hal ini haruslah diisnsyafkan oleh pemuda Indonesia. Haruslah ia mengetahui bahwa cita-cita yang mulia itu dapat dicapai, manakala diadakan persatuan yang teguh, bersendi pada kemauan dan kekuatan bangsa.”

Kutipan diatas member gambaran yang cukup akurat bagi bangsa Indonesia. Disamping proses komunikasi yang sudah cukup lama dan didukung oleh kondisi politik dunia akibat perang dunia I, akhirnya bangsa Indonesia berhasil mengkonsolidasikan faham kebangsaannya secara utuh dan terpaduh melalui peristiwa yang monumental yaitu sumpah pemuda pada tahun 1928 yang kemudian melahirkan wacana nwgara-bangsa Indonesia. Apa yang terjadi menunjukkan bahwa bangsa Indonesia tertinggal puluhan tahun dari bangsa-bangsa Barat Eropa mengenai faham Negara-bangsa. Dengan kata lain kondisi social memberikan pengaruh yang cukup berarti pada bangsa Indonesia mengenai konsep Negara-bangsa dan kesadaran nasionalisme.

c.  Era Konsolidasi Kapitalisme 

Setelah perang dunia I banyak Negara-negara kapitaklis yang mengalami kebangkrutan akibat biaya perang yang cukup tinggi. Dampak paling monumental dari peristiwa ini adalah terjadinya resesi ekonomi dunia (malaise) pada awal tahun 1930-an. Untuk memulihkan kembali kondisi perekonomian, Negara-negara kapitalis-imprealis mulai melakukan konsolidasi. Sejak saat itu blok-blok Negara imprealis mulai terlihat, yaitu imprealis-komunis (soviet), imprealis-kapitalis (AS dan Ingris), imperealisrasis (Jerman) dan imprealis-totaliter (Jepang). Dibidang ekonomi dilakukan restrukturisasi pada sector moneter maupun sector riil.
Di bidang social, mulai dilakukan suatu proses rekayasa social (social engineering) melalui penyusunan beberapa konsep dan teori social. Salah satu teori yang sangat terkenal dan hendak diujicobakan di Negara-negara jajahan adalah teori strukturalisme fungsional dari sosiolog kondang Amerika, Talcott Parsons. Teori ini mulai dibangun oleh parsons tahun 1937, sebagaimana tercermin dalam sebuah artikelnya yang terkenal berjudul The Structure Of Social Action, dan kemudian dielaborasi oleh parsons bersama Edward Shils dalam buku Toward a General Theory of Action;1951.
Dalam masa konsolidasi ini, mulai terjadi polarisasi Negara-negara imprealis. Negara-negara imprealis-kapitalis dan imprealis-komunis bergabung menjadi satu membentuk blok sekutu/ Allies (AS, Inggris, Uni Sovyet dan lain-lain), sedangkan Negara-negara imprealis-rasis dan imprealis-totaliter membentuk satu blok yang disebut dengan blok Axis (Jerman, Jepang, Italia, dan Spanyol). Jika dibaca lebih langjut, polarisasi ini sebenarnya merupakan kelanjutan dari perpecahan yang terjadi pada akhir abad ke-19. Kemajuan jepang dalam bidang politik dan ekonomi yang istimewa semenjak tahun 1890 telah mendatangkan kekhawatiran Amerika Serikat dan Negara-negara sekutunya di Eropa, lebih-lebih ketika jepang berhasil menklukkan cina pad tahun 1895 dan memenangkan peperangan melawan Rusia pada tahun 1905. Sementara itu di belahan Eropa terjadi perpecahan antara Rusia dan Ingris akibat berebut Negara jajahan di Afghanistan. Demikian juga yang terjadi antara jerman dan prancis.
Selama masa ini bangsa Indonesia juga melakukan konsolidasi kebangsaan. Di Kalangan bangsa Indonesia, pada saat itu sudah terbentuk suatu imajinasi kolektif mengenai Negara Indonesia yang merdeka, namun mereka belum bias mencari jalan untuk mempromosikan kemerdekaan. Gerakan-gerakan organisatoris yang bersifat politis mulai dilakukan oleh para tokoh Indonesia. Soekarno, Hatta, Sjahrir, Tan Malaka dan rekan-rekan seperjuangannya mulai membentuk kongsep-kongsep kebangsaan modern.namun hegemoni Negara imprealis masih begitu kuat sehingga masih sulit bagi mereka untuk merebut dan menyatakan kemerdekaan.
Sementara itu konflik antar berbagi Negara imprealis makin menajam hingga akhirnya mencapai puncaknya pada peristiwa perang Dunia II pada tahun 1939. Sepanjang Perang Dunia II, Indonesia menjadi perebutan dari masing-masing pihak yang sedang bertempur untuk menjadikan pangkalan dalamn mempertahankan kepentigan geo-politik dan geo-strategi masing-masing pihak.
Hal ini terlihat dalam pertempuran-pertempuran sengit antara AS dan Jepang dalam memperebutkan pulau sabang sampai pelabuhan alam yang strategis untuk superioritas dan dominasi di wilayah lautan hindia, serta perebutan sengit untuk menguasai daerah Morotai sebagai pangkalan udara yang strategis di wilayah lautan pasifik. Agaknya harus diperhitingkan akar-akar historis pertarungan ini untuk melihat gejolak yang terjadi di kedua daerah tersebut pada penghujung abad ke-20.
Dalam suasana peperangan di Asia pasifik, seorang tokoh Indonesia yang bernama soekarno berhasil memanfaatkan situasi dan mencuri moment” hingga melahirkan pro-klamasi kemerdekaan Indonesia. Dalam hal ini soekarno dan kawan-kawan berhasil memainkan peran yang cukup baik dengan cara mempermainkan kelompok Negara-negara imprealis yang sedang terlibat dalam pertarungan, yaitu dengan cara “bermain mata” dengan jepang yang telah mengalami kekalahan dari blok sekutu.
Sebagaimana tradisi yang berkembang di kalangan Negara-negara penjajah yang sedang terlibat dalam peperangan, mereka yang kalah harus menyerahkan Negara jajahan yang dikuasainya, seperti yang terjadi atas Filipina ketika harus beralih dalam kekuasaan Amerika Serikat ketika Negara yang menjajahnya, Spanyol, berhasil dikalahkan oleh Amerika. Demikian juga dengan Indonesia, mestinya dia harus berada dalam kekuasaan  AS dan Ingris, ketika jepang, Negara yang berhasil merebutnya dari tangan Belanda, dikalahkan oleh AS. Namun berkat kelicikan jepang dan kemahiran acrobat politik Soekarno dan kawan-kawan, akhirnya lahirlah Negara kesatuan Republik Indonesia (NKRI) pada tahun 1945. Dari sini jelas terlihat bahwa kemerdekaan Indonesia terjadi karena pengaruh situasi global dunia internasional. Berbagai intrik antar kelompok nasionalis dan peran internasional pada periode ini bias dilihat dalam buku G. Mc. T. Kahin; Nasionalisme dan Revolusi di Indonesia, serta buku Ben Anderson; Revolusi Pemuda.
Sebagai upaya untuk menguasai kembali Negara Indonesia yang telah merdeka, tentara sekutu yang dimotori oleh Amerika Dan Inggris di bawah pimpinan jendral Mallaby dating ke Indonesia dengan membonceng tentara belanda. Kedatangan itu dilakukan dengan dalil untuk melucuti senjata tentara jepang yang telah kalah perang kedatangan tentara ini dihadapi oleh ummat islam secara mati-matian. Karena tentara sekutu secara serius, maka para ulama NU pada tanggal 21 oktober 1945 mengeluarkan Resolusi Jihad yang berisi seruan perang suci bagi kaum muslim untuk mengangkat senjata guna mempertahankan Negara kesatuan RI dari serangan sekutu. Seruan ini menggema di seluruh pulau jawa, hingga mengobarkan semangat perlawanan seluruh kaum muslimin yang berjuan pada terjadinya peristiwa 10 November 1945 di Surabaya yang sekarang sebagai hari pahlawan.
Pola ini sekarang turung kembali, meski dengan cara dan format yang berbeda. Kalau pada zaman revolusi fisik, upaya imprealisme dilakukan melalui penyerbuan fisik, kini upaya tersebut dilakukan melalui infiltrasi modal asing dan penguasaan asset industry. Apa yang dilakukan oleh beberapa perusahaan keuangan amerika serikat (AS) dan inggris yang mencoba menguasai sebagian besar asset industry Indonesia sebenarnya bias dipahami sebagai pengulangan penyerbuan yang beralih bentuk atas Negara-negara berkembang yang dilakukan oleh kapitalisme global sebagai upaya melestarikan hegemoni dan kekuasaannya. Tampaknya para agamawan islam di Indonesia tidak memahami hal ini sehingga tidak siap secara structural maupun konsepsional untuk menangkal peyerbuan dengan modus seperti ini.

B.  Masa-Masa Awal Kemerdekaan 

a.   Intrik Negara-Negara Kapitalis-Imprealis
Setelah Perang Dunia ke II selesai terjadi perubahan yang mendasar dalam hubungan antar Negara di bidang social, ekonomi, dan politik. Banyak Negara-negara jajahan yang menurut kemerdekaan dengan cara perjuangan fisik maupun diplomatic. Menghadapi hal ini, Negara-negara kapitalis segera melakukan konsolidasi. Mereka tidak inigin kehilangan pengaruh di Negara jajahan, namun mereka juga tidak mungkin melakukan penjajahan fisik secara terus menerus karena dituntutan keadaan. Menghadapi hal yang demikian, pada bulan juli 1944 negara-negara kapitalis-imprealis mengadakan pertemuan di Bretton Woods untuk merumuskan strategi baru menhadapi Negara-negara yang baru dan akan merdeka.
Hasil dari pertemuan tersebut di bidang ekonomi adalah; Pertama : membentuk World Bank dan IBRD yang beroperasi pada tahun 1946. Lembaga ini berfungsi memberi pinjaman pada Negara-negara yang baru merdeka atau hancur akibat perang dunia II untuk pembangunan dengan persyaratan model pembangunan tertentu; Kedua : Mendirikan IMF yang beroperasi tahun 1947, berfungsi memberikan pinjaman untuk Negara-negara yang kesulitan dalam neraca pembayaran luar negeri dan memasukkan disiplin financial tertentu. Ketiga : Mendirikan GATT yang beroperasi tahun 1947, berfungsi memajukan dan mengatur perdagangan dunia agar sesuai dengan kepentingan kapitalis. Di Eropa, upaya rekonstruksi pasca perang dunia II dengan model sebagai mana diatas dikenal dengan sebutan Marshall Plan. Lembaga-lembaga ini secara ekonomis mengendalikan Negara-negara yang baru merdeka.
Di bidang politik, Negara-negara kapitalis-imprealis memotori berdirinya PBB pada tahun 1945. Disampin itu, pada tahun yang sama disepakati juga  Declaration of human rights, suatu deklarasi yang memberikan perlindungan tentang hak-hak asasi manusia. Disisi lain, blok Negara-negara komunis membentuk pula pakta kerja sama ekonomi di bawah paying yang disebut COMECON
Keputusan-keputusan ini memberikan pengaruh yang cukup besar bagi perkembangan dunia, karena menjadi titik berakhirnya era penjajahan fisik. Namun demikian, hal ini tidak berarti pengaruh nagara-negara imprealis-kapitalis maupun Negara-negara imprealis-komunis di Negara-negara bekas jajahan yang baru saja merdeka telah berakhir. Dengan berbagai upaya kedua blok kekuatan tersebut terus-menerus memperluas pengaruh masing-masing di Negara-negara yang baru merdeka melalui pengendalian dibidang ekonomi dan politik. Disamping sebagai alat untuk mengendalikan Negara-negara terjajah yang baru merdeka, lembaga-lembaga ekonomi politik internasional yang sedang terbentuk itu juga menjadi alat untuk “cuci tangan” baik Negara-negara imperialis atas perlakuan mereka pada bekas Negara-negara jajahan, karena lewat lembaga itu mereka seolah-olah menyelamatkan bekas Negara-negara jajahan tersebut melalui berbagai bantuan ekonomi dan perlindungan politik.
Namun di sisi lain, perebutan pengaruh Negara-negara imperialis pada Negara-negara bekas jajahan juga terjadi secara tajam. Khususnya sejak munculnya perang dingin antara blok Timur yang komunis dibawah komando Uni soviet dengan blok barat yang kapitalis dibawah komando Amerika. Ketika Negara-negara komunis berhasil masuk dan menanamkan pengaruhnya dikawasan Asia Tenggara (korea, Kamboja dan Vietnam), Negara-negara kapitalis di bawah pimpinan Amerika Serikat segera melakukan langkah-langkah politis untuk membendungnya.
Pada tahun 1948 presiden AS, Truman, Mengundang para pakar dan intelektual terkemuka AS untuk bertemu di MIT guna membahas strategi membendung komunisme.. dalam pertemuan tersebut berhasil dirumuskan ideology Developmentalisme sebagai sesuatu hal yang harus disebarluaskan di Negara yang baru merdeka. (kemudian dikenal dengan Negara berkembang atau Negara dunia ketiga). Jelas disini terlihat bahwa developmentalisme sebenarnya adalah bentuk baru dari kapitalisme-modernisme-imprealisme yang disamping sebagai propaganda politis juga sebagai alat penagkal ideology komunis (Mansour Faqih, 1996). Dengan demikian, ada beberapa kekuatan yang sedang bermain dalam percaturan politik di Indonesia, secara ideologis ada dua kekuatan besar yang sedang bermain yaitu antara blok komunis dengan blok kapitalis, yang kemudian berujung pada terjadinya perang dingin. Dari sudut pandang kepentingan ekonomi ada tiga blok Negara yang sedang bermain yaitu Negara-negara komunis pakta warsawa, Negara-negara blok kapitalis NATO dan Negara ex Axis (Jepang).
Pergeseran Geo-Politik di eropa menyebabkan kapitalisme berubah menjadi Sosial Demokrat (jerman), sehingga melahirkan konsep welfare stase, dengan system ekonomi yang tertumpu pada pola sosialmarkt wirstchaft (pasar yang masih mengakomodasi etika social). Dalam konteks sekarang Negara-negara tersebut muncul menjadi Negara yang tergabung dalam blok mata uang Euro.
Sementara itu, penerapan developmentalisme sebagai kebijakan di Negara-negara berkembang menyebabkan perusahaan-perusahaan besar Negara kapitalis memiliki kesempatan mengembangkan usahanya di Negara berkembang secara bebas, sehingga muncul MNC (multinational corporation) Dan TNC (transnation corporation) yaitu perusahaan-perusahaan besar lintas Negara dengan pusat-pusat pengendalian berada di Negara kapitalis. Hal ini sebenarnya merupakan eksploitasi sumberdaya alam dengan gaya baru. Penjelasan mengenai masalah ini dapat dikaji dalam buku Anthony Sampson Yang menggambarkan bagaimana perusahaan minyak raksasa AS; Standard Oil (S.O.) ysng kemudian berubah nama menjadi EXXON melakukan ekspansi keseluruh dunia termasuk ke Indonesia melalui anak perusahaan yang dimilikinya, antara lain CALTEX, dan menguasai pula aliran minyak dari Saudi Arabia melalui ARAMCO (Arab Amerika Coporation) (A. Sampson; The Seven Sisters). Gambaran mengenai bagaimana Negara-negara kapitalis melakukan hegemoni atas Negara berkembang melalui penerapan developmentalisme juga dipaparkan oleh Bjorn Hattne dalam sebuah buku yang berjudul; “Ironi Pembangunan di Negara Berkembang”.

b.  Dampak Perang Dingin
Apa yang terjadi di dunia internasional tersebut segera saja berpengaruh terhadap konstelasi social politik di Indonesia. Sebagai Negara yzng memiliki arti strategis secara geografis maupun ekonomis (karena sumber daya Alamnya), maka Indonesia menjadi sasaran bagi dunia internasional untuk menanamkan pengaruhnya. Pada era ini Indonesia menjadi ajang pertarungan kepentingan dari Negara-negara yang sedang bersengketa, baik secara ideoligis, politis maupun ekonomis.
Untuk menanamkan pengaruhnya sekaligus membendung berkembangnya ideologikomunisme, Amerika bermain secara intens di Indonesia melalui berbagai macam cara. Pada saat ini pemerintah amerika serikat banyak memberikan bentuan pada Indonesia (Tribuana Said; Indonesia Dalam Politik Global Amerika; 1983). Amerika juga melakukan berbagai maneuver politik yang mengacaukan pemerintahan Soekarno yang menganggap tidak berpihak kepadanya. Pentingnya Indonesia dalam hubungannya dengan strategi global tercermin dalam laporan yang disetujui presiden Truman pada 30 Desember 1949 disebut dengan kode NCS 48/2, yang berjudul “posisi Amerika Terhadap Asia”. Laporan ini kemudian diperkuat oleh pernyataan Menlu AS Dean Acheson Mengenai komitmen AS berhubung adanya ancaman komunis internasional terhadap RI dan pentingnya Indonesia bagi Amerika Serikat (AS). Mengigat semua itu mka pemerintah AS dengan cepat mengambil keputusan untuk meningkatkan pembangunan militer di Negara-negara non komunis serta meningkatkan operasi-operasi rahasia CIA lebih agresif di Negara-negara seperti Filipina, indocina, dan Indonesia (Tribuana Said 76). Dalam hal ini, Amerika juga membiayai berbagai pemberontakan yang menuntut berdirinya Negara federal di Indonesia. Mengenai keterlibatan AS dalam berbagai pemberontakan di Indonesia lihat G.MC.T.Kahin dalam bukunya; subversion as a foreign Policy, 1996, dimana terlihat peran kakak beradik John Foster Dulles dan Allan Dulles sebagai menteri Luar negeri dan direktur CIA.
Pengaruh paling nyata adanya pertarungan kepentingan dari Negara-negara luar atas Indonesia pada era ini adalah terjadinya perdebatan yang cukup tajam antara bentuk Negara kesatuan dan federal, alotnya perjanjian-perjanjian yang berlangsung antara Indonesia dengan belanda sebagai wakil dari Negara kapitalis khususnya dalam masalah irian. Disamping itu juga diupayakan terjadinya destabilisasi di Indonesia melalui berbagai macam pemberontakan. Seperti yang terlihat pada munculnya gerakan separatis yang dimulai pada tahun 1950 s/d 1958, dimulai dari gerakan Negara pasundan sampai dengan PRRI/ Permesta.

c. Perlawanan Soeharto

Pengaruh pertarungan kepentingan Negara-negara di Indonesia ini nampaknya disadari penuh oleh soekarno. Menghadapi kondisi demikian, soekarno mencoba bersikap konsisten pada garis yang telah ditetapkan yaitu tidak berpihak pada salah satu kekuatan; baik pada blok komunis maupun blok kapitalis. Untuk mempertahankan sikapny yang demikian, ketika dia melihat pengaruh Amerika di Indonesia sudah berlebihan, maka dia mencoba melakukan maneuver politik untuk membuat keseimbangan. Misalnya, dengan menyelenggarakan Konferensi Asia-Afrika pada tahun 1955, membuat poros Jakarta-peking pada tahun 1962 dan keluar dari PBB. Upaya Bung Karno mempertahankan PKI, meski ada usulan agar dibubarkan sejak peristiwa medium 1948, bias dipahami dalam rangka mencari keseimbangan ini, yaitu mengeliminir pengaruh kapitalisme internasional.
Dalam melakukan perlawanan terhadap kapitalisme internasional yang telah masuk ke Indonesia, soekarno berpijak pada tiga kekuatan utama yaitu PNI, PKI dan NU. Untuk itu soekarno menggelorakan kembali semangat nasionalisme yang dipahami sebagai iktikad bersama untuk hidup bersatu dan berdaulat dalam suatu Negara yang bebas dan merdeka, meskipun untuk itu harus makan batu untuk menyambung hidup. Melihat kegigihan soekarno dalam menghadapi kapitalisme-imperialisme, maka Negara-negara kapitalis semakin gencar melakukan serangan pada soekarno. Karena kegigihan soekarno ini, berbagai scenario social dan beberapa proyek rekayasa social (social engineering) di Indonesia menjadi rusak dan gagal. Untuk itu, amerika serikat dan inggris bekerja sama dengan kekuatan militer dan beberapa kelompok intelektual modernis untuk menghancurkan soekarno.
Untuk menopang perlawanan terhadap Negara-negara kapitalis, disadari atau tidak, soekarno melakukan aliansi-aliansi dengan blok COMECON misalnya dalam pembangunan pabrik baja Krakatau steel, pengadaan peralatan militer berupa kapal selam, pesawat tempur MIG dan senjata infantri AK, yang keseluruhannya buatan Uni Soviyet.
Karena kuatnya pengaruh soekarno, maka digunakan teori domino, yaitu dengan cara dihangcurkan kekuatan PKI, dengan logika jika PKI hancur maka kekuatan soekarno akan hancur. Melaui sebuah rekayasa politik yang maha canggih akhirnya pada tahun 1965 terjadi “drama politik” yang menghancurkan kekuatan soekarno setelah kekuatan PKI dilumpuhkan. Operasi pelumpuhan PKI dilakukan terutama dengan menggunakan kekuatan NU. Karena kenaifan dan kebodohannya, NU melakukan semua itu dengan segala kebanggaan dan ketulusan. Namun ada pula tokoh keterlibatan kekuatan AS dalam pendirian Orba yaitu Subhan ZE. Menarik untuk diperhatikan bahwa subhan ZE meninggal pada usia muda dalam sebuah “kecelakaan mobil. Apakah peristiwa ini dapat digolongkan sebagai kecelakaan yang terukur tepat pada saat yang sempurna”?peristiwa ini menandai kemenangan kubu kapitalis-modernis di Indonesia melalui bangkitnya pemerintahan orba di bawah pemerintahan Soeharto.
Dari paparan diatas terlihat bahwa pertarungan politik yang terjadi pada era soekarno tidak semata-mata karena ada perbedaan kepentingan dari berbagai kelompok intern bangsa Indonesia. Lebih dari itu, konflik-konflik tersebut pada hakikatnya adalah perpanjangan tangan dari berbagai kepentingan ekonomi-politik masyarakat internasional.

C.  Era Orde Baru

a.  Memperkokoh Pengaruh

Setelah pemerintah soekarno berhasil ditumbangkan atas bantuan kekuatan kapitalisme modernism, maka dengan mudah kepentingan-kepentingan Negara kapitalis bias dijalankan di Indonesia. Dari sini dapat dikatakan bahwa sesungguhnya pemerintah Orba pada hakikatnya adalah agen kepentingan kapitalis internasional modern di bawah komando AS. Sejak saat itu, beberap strategi social, politik dan ekonomi yang dibangun oleh Negara-negara capitalismulai diterapkan dibawah paying ideology developmentalisme mulai diterapkan oleh pemerintahan Orba pada tahun 1968. Hal ini tercermin dalam undang-undang no. 2 tahun 1968 mengenai penanaman modal asing di Indonesia. Sejak saat itu developmentalisme menguasai kereta kekuasaan di Indonesia. Untuk merealisasikan ideology tersebut, di bidang ekonomi, pemerintah Orba segera melaksanakan konsep-konsep W.W. Rostow sebagaimana dipesankan oleh Negara donor, seperti tertuang dalam konsep the stages of Growth: Five Stages Scheme dan sejenisnya.
Untuk merealisasikan konsep tersebut pemerintah orde baru membuat berbagai kebijakan yang mengamankan pertumbuhan bangsa dan mengamankan kepentingan bangsa dan mengabaikan amanat rakyat sebagaimana tertuang dalam UUD 45 dan terkandung dalam semangat Pancasila (kajian mendetail tentang ini lihat Mochtar Mas’oed, Richard Robinson, Dwight Y. King dll). Semua rencana ini berjalan dengan mulus berkat bantuan para intelektual dan ekonom yang telah memperoleh pendidikan yang memadai dari Amerika, seperti mereka yang terkandung dalam mafia Berkeley.
Untuk melaksanakan scenario ekonomi yang dibangun oleh Negara-negara kapitalis, pemerintah Orde Baru dibawah komando Soekarno didukung oleh sebuah dewan penasehat ekonomi (Economic Advisory Group) yang terdiri dari Warburg & Co., Lehman Brothers dan lazard Freres. Ketiga kelompok investment/ merchant bankers ini menyediakan pembiayaan-antara (bridging Finance) bagi pemerintah Orde Baru sambil menunggu terbentuknya badan inter Governmental Group on Indonesia (IGGI). Sampai sekarang ketiga kelompok keuangan tersebut masih menjadi penasehat ekonomi yang dominan bagi pemerintah Indonesia bahkan sampai pada pemerintah transisi Habibie.
Sementara itu di bidang social, diterapkan konsep-konsep Talcott parsons mengenai strukturalisme fungsional. Hal ini dilakukan sebagai upaya mengubah masyarakat modern. Oleh karenanya seluruh perangkat social harus diubah dengan bentuk dan struktur formal yang modern, yang diharapkan bias lebih efisien dan professional. Konsekwensinya, kekuatan lain yang dianggap tidak sesuai dengan aturan, tradisi dan kaidah modernitas harus disingkirkan atau diubah menjadi modern (parsons, Op. Cit). pada periode ini terjadi penyingkiran besar-besaran terhadap kekuatan tradisional diantaranya NU (dari kalangan agama) dan PNI (dari Kalangan Nasionalis). Dalam pemerintahan orba, pilar-pilar kekuatan beralih pada kelompok ABRI, PSI/Katholik/Kristen dan Masyumi, sementara itu kelompok NU dan PNI dicoba digusur dari Panggung politik dan kekuasaan. Disamping karena alasan paradigmatic (mengganggu kepentingan modernism) hal ini juga dilakukan untuk mengikis pengaruh kekuatan Soekarno.
Upaya rekayasa social ini dilakukan dengan cara membuat kebijakan dibidang social politik yang lebih menguntungkan paradigm modernis seperti membuat instansi-istansi soaial yang mudah dikontrol dan diarahkan oleh Negara. Hal ini tercermin dalam dalam kebijakan fusi partai, sebagai respons atas menguatnya kekuatan NU dalam pemilu 1971 yang memperoleh 18% suara; pemasyarakatan demokrasi procedural, penerapan hokum yang simbolik formal dan sebagainya. Modernitas tidak dipahami sebagai gaya hidup (life Style), tampilan-tampilan yang formal yang serba material dan bercorak kebarat-baratan. Semua ini dilakukan untuk mengamankan ideology developmentalisme-modernisme sebagai perpanjang tangan dari kepentingan kapitalisme global internasional di bawah komando Amerika.
Pemerintah AS selalu melakukan berbagai macam cara untuk memelihara kepentingannya di Indonesia. Misalnya ketika modal jepang hamper mendominasi di indonesiam dimana hal ini dianggap membahayakan kepentingan Amerika, dengan cepat Amerika segera memberikan peringatan melalui peristiwa Malari tahun 1974. Indikasi atas hal ini terlihat pada beberapa tokoh mahasiswa pelaku peristiwa Malari yang mendapat beasiswa di berbagai universitas terkemuka di AS setelah menjalani masa penahanan dan hukuman.
Demikian juga dalam kasus Timur Timur. Ketika Portugal meninggalkan Timur-Timur, maka menurut Amerika akan terjadi ancaman yang potensial akan masuknya komunisme ke Indonesia. Untuk itu pada tahun 1975 indonesia berhasil diyakinkan untuk menyerbu Timur Timur lewat operasi seroja. Dalam hal ini, sejarah menunjukkan sehari sebelum penyerbuan Timur Timur yaitu pada hari jum’at malam sabtu tanggal 5 januari 1975 presiden AS, Gerald Ford dan menlu AS, Henry Kissinger meninggalkan Indonesia, kemudian sabtu pagi tanggal 6 januari 1975 penyerbuan ke Timur Timur terjadi. Ini bukan suatu kebetulan. Fakta ini menunjukkan bahwa AS ingin mengatakan bahwa sebenarnya Indonesia melakukan penyerbuan ke Timur Timur dengan perse tujuan AS sebagai peringatan pada US.
Layak untuk dicermati, sebagaimana soekarno bergantung pada blok COMECON untuk pasokan peralatan industry berat dan peralatan militer, demikian pula Soekarno bergantung pada blok NATO untuk pasokan peralatan sejenis. Pesawat tempur MIG diganti dengan Pesawat tempur F-5 dan F-16 buatan AS. Senjata infantry AK diganti dengan M-16 dan FN, masing-masing buatan AS dan Belgia. Peralatan industry baja dari KIEV diganti dengan peralatan industry baja dari FERRO-STAAHL dari jerman. Menarik untuk diperhatikan bahwa operasi bisnis FERRO-STAAHL di Indonesia dekendalikan dari sebuah kantor bernama FERRO-STAAHL GRAHA di Jl.Warung Buncit, Jakarta selatan, dibawah pimpinan adik Presiden Habibie.
Apakah ini yang disebut oleh penyair terkemuka unggris, T.S. Elliot:
“ In the end it’s all the same……..
   In the end, it’s all a game...........”
Upaya Negara-negara barat dengan ideology kapitalismenya guna mempertahankan kepentigan di negeri-negeri dunia ketiga melalui ideology developmentalisme (pembangunan) dapat dilihat dalam buku karya vandana Shiva yang berjudul “Bebas dari Pembangunan”, penerbitan yayasan Obor Indonesia, Jakarta. Disini dijelaskan bahwa
Dengan cara ini Negara-negara kapitalis berhasil memperkokoh pengaruhnya di Indonesia. Hal ini terus dipelihara oleh negera kapitalis disamping sebagai upaya mencari keuntungan secara ekonomis, juga sebagai upaya menangkal pengaruh kekuatan komunisme internasional.

b.   Berakhirnya Perang Dingin

Pada tahun 1989 terjadi peristiwa yang monumental yaitu runtuhnya Negara komunis Uni Soviyet. Peristiwa ini menandai berakhirnya era perang dingin, karena sejak saat itu berguguran pula Negara-negara komunis di Eropa Timur. Peristiwa ini memberikan dampak yang cukup besar pada Negara-negara dunia ketiga, khususnya yang memiliki hubungan dengan Amerika, termasuk Indonesia di bawah pemerintahan Soeharto (Orba).
Dengan berakhirnya perang dingin, maka Negara-negara kapitalis tidak lagi membutuhkan buffer (tameng) untuk menhadapi komunisme. Akibatnya Negara-negara dunia ketiga yang selama ini menjadi buffer lantas kehilangan peran. Karena hal ini menyebabkan pemerintah orba menjadi rapuh. Dengan hilangnya peran Negara dunia ketiga sebagai buffer, maka negar-negara kapitalis hanya memiliki kepentingan bisnis dengan Indonesia. Oleh karena itu pemerintahan yang tidak menjalankan prinsip ekonomi pasar yang benar harus disingkirkan. Dilain pihak, sebagai dampak dari pembangunan ekonomi selama 32 tahun, timbul satu segmen masyarakat yang memiliki harapan-harapan berlebihan (rising expectations) atas kehidupan material yang bercorak konsumtif yang gagal dipenuhi oleh pemerintahan Orba. Ketika dua keadaan ini bertemu, terjadilah gejolak social politik di Indonesia yang pada ujungnya bermuara pada proses lengsernya Soeharto, yang secara euphoria digembor-gemborkan sebagai reformasi.
Hal ini menunjukkan bahwa terjadi proses reformasi sebenarnya rakyat Indonesia, namun ada tangan-tangan ghaib yang ikut bermain sehingga kekuatan politik soeharto yang begitu kuat dan mengakar bias runtuh hanya dalam waktu tiga bulan. Tangan-tangan gaib dimaksudkan adalah kekuatan kapitalisme global internasional. Penjelasan lebih lanjut mengenai hal ini bias dilihat dalam francis fukuyama; The End Of History Dan Kenichi Ohmae; Borderless Capital, dimana oleh ohmae diprediksikan akan terjadi Nation Of Corporations (bangsa perusahaan) dan State Of Markets (Negara Pasar).


D.   Menggusur Orde Baru

a.  Strategi Mempertahankan Kepentingan 

Setelah Negara-negara dunia ketiga tidak dibutuhkan lagi oleh Negara kapitalis, maka selanjutnya dibuat proyek social baru yaitu mengembangkan kepentingan kapitalisme internasional. Kembali disini Negara-negara dunia ketiga, termasuk Indonesia menjadi sasaran dari proyek tersebut. Strategi untuk merealisasikan gagasan tersebut dilakukan dengan cara menghancurkan struktur dan fondasi ekonomi Indonesia. Pertama-tama hal ini ditandai dengan tekanan untuk melakukan liberalisasi sector perbankan pada tahun 1988 yang mengakibatkan munculnya puluhan bank swasta. Pada tahun 1992 pengusaha swasta sebagi kendaraan. Mekipun pemerintah Orba membentuk panitia Kredit Luar Negeri tersebut namun tetap terjadi pembengkakan utang swasta. Sementara PKLN hanya berhasil menahan pertumbuhan utang BUMN.
Mayoritas utang pengusaha swasta Indonesia dijamin oleh commercial paper yang memiliki jatuh tempo 5 tahun. Ketika jatuh tempo pembayaran lima tahun berikutnya, yaitu pada tahun 1997, terjadi gejolak moneter yang dahsyat, sehingga para penguasa tersebut tidak dapat mengembalikan utang yang mengakibatkan merosotnya nilai tukar rupiah.
Untuk mengatasi krisis moneter tersebut, pada januari 1998, Managing Director IMF, Michael Camdessus, berhasil “memaksa” soeharto untuk menandatangani letter of intent yang menyangkut restrukturisasi perekonomian Indonesia, hal mana disebut sorak-sorai para birokrat moneter dan para pakar ekonomi Indonesia yang bernaung di bawah wacana developmentalisme-modernisme. Apa yang terjadi tersebut, mengigatkan pada parallel sejarah ketika para penyayi birokrat yang bernaung di bawah paying capital Belanda bersorak menyebut runtuhnya penyayi kraton sekian dasawarsa lalu.
Gejolak ini akhirnya bermuara pada terjadinya krisis social dan politik sehingga terpentaskanlah “opera sabun reformasi” yang menurunkan soeharto dari tahta kekuasaan yang telah dilestarikannya selama 32 tahun (lihat C. Geertz dalam Negara: The State and Theatre In Bali).
Jelas di sini terlihat bahwa terjadinya reformasi bukanlah semata-mata keberhasilan masyarakat Indonesia dalam memperjuangkan kepentingannya melawan rezim hegemonic soeharto. Lebih dari itu, reformasi adalah sebagai bagian dari scenario dunia internasional dalam mempertahankan kepentingannya di Indonesia. Karena ada kesamaan kepentingan antara kapitalisme global internasional dengan kekecewaan sebagian rakyat Indonesia yang mengalami rising expectation maka proses reformasi dapat berjalan. Hal ini tidak terjadi dalam dua puluh tahun terakhir. Ketika rakyat memperjuangkan haknya yang telah dirampas oleh soeharto. Ini terjadi karena soeharto pada waktu itu masih dibutuhkan oleh rezim moneter kapitalisme internasional.
Disamping menggunakan strategi ekonomi juga digunakan ekspansi wacana dan rekayasa social. Hal ini terlihat dalam berbagai teori social politik yang diluncurkan pasca perang Dingin pada tahun 1994, seorang intelektual Amerika, Samuel P. Huntington menulis sebuah buku yang berjudul clash of civilization. Dalam buku ini Huntington menjelaskan bahwa periode Paska perang dingin akan diwarnai pertarungan peradaban antara peradaban barat (WASP) dengan peradaban timur (islam dan Confucian). Pengaruh paling terasa dari antisipasi benturan peradaban tersebut adalah terjadinya sentimen anti cina yang berlebihan di kalangan masyarakat Indonesia. Hingga berjuang pada terjadinya kerusuhan yang menuntut korban jiwa sebagaimana terjadi pada peristiwa kerusuhan 13-15 Mei 1998. Demikian pula, dari perspektif ini, kerusuhan di Ambon pada pertengahan Januari 1999 dapat dipahami sebagai konflik buatan antara islam sebagai cermin budaya Timur dengan Krisiten sebagai cermin budaya Barat.jika dianalisis lebih dalam, hal ini bukan suatu kebetulan, karena masalah ini sudah ada sejak lama, lalu mengapa baru meletup sekarang?
Sementara itu pada tahun 1997 dua sosiolog Inggris A. Giddens dan R. Dahrendort mulai mensosialisasikan konsep supremasi sipil yang terdidik. Konsep-konsep dan pemikiran ini memiliki dampak dan pengaruh yang cukup besar bagi masyarakat Indonesia. Dampak dari pemikiran supremasi sipil yang terdidik adalah munculnya hujatan terhadap militer Indonesia secara berlebihan di satu sisi serta menjamurnya program diploma luar negeri. Semua ini dilakukan untuk mengamankan kepentingan kapitalisme internasional di Indonesia. Isu supremasi sipil diambil karena militer sudah tidak dibutuhkan lagi, dan justru dianggap sebagai factor yang menhambat tumbuhnya ekonomi yang sehat dan dinamis. Proses penyingkiran ABRI ini dimulai sejak awal decade 90-an dan mulai terasakan sejak tahun 1996, khususnya ketika bantuan pendidikan militer AS atas Indonesia mulai dihentiikan.
Inilah beberapa strategi kapitalisme-global internasional yang  memiliki dampak langsung terhadap kehidupan berbangsa dan bernegara bagi bangsa Indonesia dalam konteks kekinian. Apa itu tidak berdiri sendiri-sendiri melainkan memiliki keterkaitan kuat dengan kepentingan kapitalisme internasional dalam konteks borderless-capital.

b.  Tangan-Tangan Gaib di Balik Pemilu

Dalam mempertahankan kepentingannya kepentingan di Indonesia, kapitalisme internasional tidak ingin melakukan perubahan yang mendasar atas system politik dan ekonomi yang ada di Indonesia. Agar hal itu bias berjalan dengan baik, maka dibuatkan sebuah scenario yang bias mengganti actor-aktor yang sedang bermain. Dengan cara ini, secara retorik dapat dikatakan bahwa sesungguhnya telah terjadi reformasi di Indonesia melalui pergantian sejumlah tokoh yang bermain. Dalam rangka mewujutkan cita-cita tersebut, maka Negara-negara barat menyokong terjadinya pemilu di Indonesia, sebagai mekanisme yang legal dan konstitusional untuk melakukan pergantian pemain. Maka bias kita maklumi kalau dunia internasional memiliki antusiasme tinggi atas pelaksanaan pemilu di Indonesia.
Namun satu hal yang perlu diingat, melihat hasil pemilu yang ada, Nampaknya hamper bisa dipastikan tidak akan terjadi perubahan kebijakan yang mendasar dalam system ekonomi dan politik Indonesia. Tokoh-tokoh yang akan naik dalam tampuk kepemimpinan masih didominasi oleh mereka-mereka yang mempertahankan wacana developmentalisme-modernisme. Melihat hal ini maka wajar-wajar saja bila para pengamat, funding-agencies dan pemantauan pemilu internasional pagi-pagi mengatakan bahwa pemilu di Indonesia sudah bejalan secara jurdil dan liber, penuh keterbukaan, bersih meski ada beberapa catatan di sana-sini.
Semua ini mengindikasikan adanya kenyataan buatan (virtual reality) yaitu suatu penampakan semu demokrasi dimana terdapat partai-partai peserta pemilu, panitia pemilu, pengawas pemilu, para pemilih, bahkan ada pula demonstrasi yang menuntut diusutnya kecurangan-kecurangan pemilu, yang semuanya itu hanya melegitimasi ddemokrasi procedural tanpa membahas subtansi kedaulatan rakyat itu sendiri (lihat Jean Baudrillard; Simulations, 1983). Dengan demikian, pemilu lebih merupakan mekanisme “pemutihan” politik dan pembaharuan actor untuk mengokohkan kebijakan kapitalisme global di Indonesia.
Setelah berhasil melakukan mobilisasi massa untuk melakukan reformasi dan menjalankan pemilu dengan “baik”, kini kekuatan kapitalisme global di Indonesia hamper tidak dapat dibendung lagi. Mereka tinggal membuat strategi-strategi lanjutan untuk memperoleh posisinya. Pertama yang akan dilakukan para pemilik modal `Negara-negara kapitalis adalah mengambil alih perusahaan-perusahaan Indonesia yang telah bangkrut dan tidak mampu membayar utang melalui system debt-to-equity swap. Dengan cara ini mayoritas saham perusahaan nasional akan jatuh ke tangan asing. Sementara itu, mayoritas Negara-negara yang akan mengambil alih perusahaan –perusahaan tersebut adalah Negara dari blok Al-lies yakni AS dan Inggris. Gejala ini terlihat dari besarnya peran dan pengaruh Citibank dan Standard Chartered Bank (masing-masing perusahaan dari AS dan inggris) dalam proses penanaman restrukturisasi perbankan dan utang-utang perusahaan yang dilakukan oleh PBBN.
Sebagai ilustrasi, 60 bank nasional Thailand yang mengalami kebangkrutan, 58 diantaranya diambil slih sahamnya hanya oleh satu perusahaan keuangan Amerika bernama GE Capitals. Perusahaan yang sama tengah berusaha untuk mengambil alih seluruh sahamnya oleh standard chartered Bank. Ilustrasi tersebut membuat kita layak berpikir bahwa pola pengambil alihan yang sama akan terjadi di negeri kita.
Disamping itu, untuk memperkuat pengaruhnya di indonesia, Negara-negara kapitalis akan terus memberlakukan system demokrasi formal-prosedural, sementara pendidikan untuk membangun tradisi demokrasi yang benar, tampaknya belum akan dilakukan dalam tempo dekat. Dampak dari hal itu adalah bukan tidak mungkin akan terjadi pergantian pemenang pada setiap pemilu. Akan tetapi, selanjutnya akan sulit bagi partai-partai politik untuk melakukan konsolidasi ke-kuasaan.
Strategi lain yang tampaknya bakal digunakan untuk memperkokoh posisi kapitalisme global di indonesia adalah restrukturisasi di tubuh militer. Melihat gejala yang ada bukan tidak mungkin akan terjadi penghilangan atas jabatan kepala Staf gabungan yang akan dijabat secara bergiliran oleh masing-masing pimpinan dari ketiga angkatan. Dengan cara ini maka TNI tidak pula akan memiliki kemampuan untuk melakukan konsolidasi kekuasaan politik. Jika partai-partai politik  dan TNI tidak mampu melakukan konsolidasi politik, rasanya akan sulit bagi bangsa indonesia untuk merumuskan kebijakan pengembangan masyarakat dan pengembangan ekonomi yang baik, terpadu, dan berkesinambungan untuk jangka menengah maupun jangka panjang. Keadaan yang demikian hanya akan melahirkan kebijakan-kebijakan nasional jangka pendek yang bersifat adhoc, dan akibat logis berikutnya seluruh aspek kehidupan Negara-bangsa indonesia akan didikte oleh actor-aktor kapitalisme global yang bergerak di pasar modal, pasar financial, pasar komoditi dan pasar informasi / media.

c.   Membangun Masyarakat Baru

Menghadapi situasi yang demikian memang sulit, sebab kita tidak mungkin keluar dari cengkraman kapitalisme global karena indonesia telah ikut menjadi penandatangan APEC dan telah pula terdaftar sebagai anggota organisasi perdagangan dunia WTO. Yang paling mungkin untuk dilakukan adalah menerima keberadaan kapitalisme global secara sadar, kritis dan cerdas. Setelah itu langkah selanjutnya adalah merumuskan kepentingan kolektif nasional dengan melihat potret konstelasi politik internasional sebagai acuan, dengan tetap menjadikan kepentingan dan cita-cita kemerdekaan bangsa sebagaimana dirumuskan dalam pembukaan UUD 45 sebagai titik pijak bersama.
Secara konseptual ada beberapa model sosio-ekonomi-politik yang saat ini berkembang didunia, seperti bentuk welfare-state ala eropa barat daratan, the third-way ala inggris, sosialisme-pasar ala cina dengan pola satu Negara dua system, kapitalisme-industrial-progresif ala Amerika Serikat, kapitalisme-retail ala india dan lain sebagainya.
Semua konsep dan model diatas bisa dipilih untuk menjawab tantangan berat yang dihadapi oleh Negara-bangsa indonesia saat ini. Semua terpulang kembali pada satiap elemen dari warga-bangsa indonesia untuk menentukan pilihan, sudah tentu dengan memperhatikan pula keberadaan sumber daya alam dan manusia, keadaan geografi, demografi, kultur, system nilai, kondisi sosial dan infrastruktur yang ada.







1890-an
Munculnya Konsep Negara Bangsa oleh Ernest Renan yang menyebabkan berdirinya Negara bangsa di Eropa.


1899
Pemerintah Belanda memberlakukan politik etis di Hindia Belanda.

Berdampak pada munculnya beberapa intelektual muda yang bersentuhan dengan pemikiran Barat, termasuk tentang Nasionalisme
1908-1926

Berdiri berbagai macam  organisasi rakyat kedaerahan di Hindia Belanda (Island People) seperti BO, SI, NU, dsb.

1917
Revolusi Bolshevik Soviet

Lihat pemberontakan komunis di Indonesia tahun 1926 dan 1948
1918
Muncul Perang Dunia I diantara berbagai Negara Bangsa Eropa

Terjadi sebagai dampak munculnya Negara-bangsa eropa dan perebutan Negara jajahan di Asia dan Afrika
1926

Pemberontakan Partai Komunis Hindia Belanda
Pemberontakan ini banyak yang diilhami oleh terjadinya revolusi Bolsevik di uni soviet, sejak itu banyak tokoh Indonesia yang melakukan kontak dengan uni Sovyet.
1928

Terjadi Kristenisasi konsep kebangsaan di kalangan masyarakat Indonesia yang tercermin dalam peristiwa sumpah pemuda

1930-an
Terjadi resesi Ekonomi di negara-negara kapitalis yang menyebabkan terjadinya konflik antar mereka dalam memperebutkan negara jajahan. Terjadi konsolidasi diantara mereka yang menyebabkan timbulnya Blok Axis (Jepang dan Jerman) dan Allies (Sekutu).

Pada saat ini AS mulai menyusun konsep sosiologi untuk membuat rekayasa sosial yang akan diterapkan di negara jajahan sosiolog yang menyusun konsep ini adalah Telcott Parsons.
1939-1945
Terjadi perang Dunia II antara Sekutu melawan Axis.
Konsolidasi untuk merealisasikan konsep negara Bangsa.

1944
Pertemuan Bretton Woods yang menghasilkan kesepakatan dibentuknya PBB, World Bank, IBRD, IMF, dan GATT.

Lembaga-lembaga ini dibentuk sebagai antisipasi atas kemerdekaan negara-negara jajahan. Kebijakan inilah yang menjadi pemicu tumbuhnya perusahaan-perusahaan besar di negara maju dan mulai merambah ke negara-negara berkembang. Inilah yang disebut dengan MNC (Multi Nasional Coorporation) dan TNC (Trans Nasional Coorporation).
1945
PBB berdiri, ditandatangani deklarasi HAM
Muncul negara bangsa indonesia melalui proklamasi kemerdekan RI dengan memanfaatkan kondisi Konflik Internasional.
Pada dekade ini, setelah ada PBB dan Piagam HAM banyak negara jajahan yang memperoleh kemerdekaan.
Okt. 1945

Keluar Resolusi jihad dari NU yang berisi seruang perang suci untuk menghadapi serangan-serangan sekutu. Semua ini diambil karena tidak ada tindakan tegas dari TNI untuk menghadapi serangan sekutu yang ingin merebut kembali NKRI
Seruan ini membangkitkan semangat perjuangan umat islam (NU) hingga menyebabkan berkobarnya pertarungan di berbagai tempat khususnya disurabaya  yang melahirkan peristiwa 10 November yang kemudian dikenal dengan hari Pahlawan Nasional.
1948
Presiden AS melakukan pertemuan dengan para pakar di MIT untuk membahas strategi mengendalikan negara-negara yang baru merdeka, desepakati penetapan ideologi developmentalisme di negara berkembang

Dengan diterapkanya ideologi ini developmentalisme maka dilakukanlah konsep ekonomi pertumbuhan dari WW Rostow dan sosiologi Strukturalisme Fungsional dan Talcott Parsons.
1948
Perwakilan komunis cina di bawah pimpinan Mao Ze Dong merebut kekuasaan di cina daratan setelah mengalahkan jepang dan partai Nasional cina.
Terjadi pemberontakan PKI.
Munculnya berbagai gejolak di indonesia pada masa awal kemerdekaan hingga runtuhnya soekarno ditengarai sebagai dampak perebutan pengaruh dari AS sebagai wakil kapitalisme dan US sebagai wakil komunisme yang sedang terlibat dalam perang dingin setelah PD II
Lihat Pemberontakan G-30 S PKI tahun 1965 di indonesia
Nov. 1949

Keluar UUD RIS

Januari 1950-1958

Muncul gerakan separatis di indonesia di mulai dari negara pasundan dan diakhiri PRRI permesta.

1955

Dilaksanakan pemilu yang pertama setelah indonesia merdeka.
Dalam pemilu ini partai besar diperoleh PNI NU, Masyumi, dan PKI NU memperoleh suara 18 %. Tiga kekuatan PKI, NU, PNI akhirnya menjadi kekuatan penyangga Bung Karno hasil pemilu ini membuat kapitalis (AS) di indonesia semakin meningkat

Jalan Menuju Surga

Kisa Inspirasi untuk kita semua

        Setiap selesai sholat jum'at tiap pekannya, seorang imam (masjid) dan anaknya (yg berumur 11 tahun) mempunyai jadwal membagikan buku – buku islam, diantaranya buku at-thoriq ilal jannah (jalan menuju surga). Mereka membagikannya di daerah mereka di pinggiran Kota Amsterdam.

         Namun tibalah suatu hari, ketika kota tersebut diguyuri hujan yang sangat lebat dengan suhu yang sangat dingin.

         Sang anakpun mempersiapkan dirinya dengan memakai beberapa lapis pakaian demi mengurangi rasa dingin. Setelah selesai mempersiapkan diri, ia berkata kepada ayahnya: "Wahai ayahku, aku telah siap" ayahnya menjawab : "Siap untuk apa?" , ia berkata: "Untuk membagikan buku (seperti biasanya)", sang ayahpun berucap: "Suhu sangat dingin diluar sana, belum lagi hujan lebat yang mengguyur", sang anak menimpali dengan jawaban yang menakjubkan : "akan tetapi, sungguh banyak orang yang berjalan menuju neraka diluar sana dibawah guyuran hujan".
Sang ayah terhenyak dengan jawaban anaknya seraya berkata: "Namun ayah tidak akan keluar dengan cuaca seperti ini", akhirnya anak tersebut meminta izin untuk keluar sendiri. Sang ayah berpikir sejenak dan akhirnya memberikan izin. Iapun mengambil beberapa buku dari ayahnya untuk dibagikan, dan berkata: "terimakasih wahai ayahku".

         Dibawah guyuran hujan yang cukup deras, ditemani rasa dingin yang menggigit, anak itu membagikan buku kepada setiap orang yang ditemui. Tidak hanya itu, beberapa rumahpun ia hampiri demi tersebarnya buku tersebut.

        Dua jam berlalu, tersisalah 1 buku ditangannya. Namun sudah tidak ada orang yang lewat di lorong tersebut. Akhirnya ia memilih untuk menghampiri sebuah rumah disebrang jalan untuk menyerahkan buku terakhir tersebut.

          Sesampainya di depat rumah, iapun memencet bel, tapi tidak ada respon. Ia ulangi beberapa kali, hasilnya tetap sama. Ketika hendak beranjak seperti ada yang menahan langkahnya, dan ia coba sekali lagi ditambah ketukan tangan kecilnya. Sebenarnya ia juga tidak mengerti kenapa ia begitu penasaran dengan rumah tersebut.

          Pintupun terbuka perlahan, disertai munculnya sesosok nenek yang tampak sangat sedih. Nenek berkata: "ada yang bisa saya bantu nak?" Si anak berkata (dg mata yg berkilau dan senyuman yang menerangi dunia): "Saya minta maaf jika mengganggu, akan tetapi saya ingin menyampaikan bahwa Allah sangat mencintai dan memperhatikan nyonya. Kemudian saya ingin menghadiahkan buku ini kepada nyonya, di dalam nya dijelaskan tentang Allah Ta'ala, kewajiban seorang hamba, dan tips-tips memperoleh keridhoannya.

         Satu pekan berlalu, seperti biasa sang imam memberikan ceramah di masjid. Seusai ceramah ia mempersilahkan jama'ah untuk berkonsultasi. Terdengar sayup – sayup dr shaf perempuan seorang perempuan tua berkata:"Tidak ada seorangpun yang mengenal saya disini, dan belum ada yang mengunjungiku sebelumnya. Satu pekan yang lalu saya bukanlah seorang muslim, bahkan tidak pernah terbetik dalam pikiranku hal tersebut sedikitpun. Suamiku telah wafat dan dia meninggalkanku sebatang kara di bumi ini"Dan iapun memulai ceritanya bertemu anak itu.
         Ketika itu cuaca sangat dingin disertai hujan lebat, aku memutuskan untuk mengakhiri hidupku. Kesedihanku sangat mendalam, dan tidak ada seorangpun yang peduli padaku. Maka tidak ada alasan bagiku untuk hidup. Akupun naik ke atas kursi dan mengalungkan leherku dengan seutas tali yang sdh kutambatkan sebelumnya. Ketika hendak melompat, terdengar oleh ku suara bel. Aku terdiam sejenak dan berpikir :"paling sebentar lagi juga pergi".
Namun suara bel dan ketukan pintu semakin kuat. Aku berkata dalam hati: "siapa gerangan yang sudi mengunjungiku,… tidak akan ada yang mengetuk pintu rumahku".

          Kulepaskan tali yang sdh siap membantuku mengakhiri nyawaku, dan bergegas ke pintu. ketika pintu kubuka, aku melihat sesosok anak kecil dengan pandangan dan senyuman yang belum pernah kulihat sebelumnya. Aku tidak mampu menggambarkan sosoknya kepada kalian.
Perkataan lembutnya telah mengetuk hatiku yang mati hingga bangkit kembali. Ia berkata: "Nyonya,  saya datang untuk menyampaikan Bahwa Allah Ta'ala sangat menyayangi dan Memperhatikan Nyoya", lalu dia memberikan buku ini (buku jalan menuju surga) kepadaku.

          Malaikat kecil itu datang kepadaku secara tiba-tiba, dan menghilang dibalik guyuran hujan hari itu juga secara tiba2. Setelah menutup pintu aku langsung membaca buku dari malaikat kecilku itu sampai selesai. Seketika kusingkirkan tali dan kursi yang telah menungguku, karena aku tidak akan membutuhkannya lagi.
Sekarang lihatlah aku, diriku sangat bahagia karena aku telah mengenal Tuhanku yang sesungguhnya. Akupun sengaja mendatangi kalian berdasarkan alamat yang tertera di buku tersebut untuk berterimakasih kepada kalian yang telah mengirimkan malaikat kecilku pada waktu yang tepat. Hingga aku terbebas dari kekalnya api neraka.

        Air Mata semua orang mengalir tanpa terbendung, masjid bergemuruh dengan isak tangis dan pekikan takbir..  Allahu Akbar... 

          Sang imam (ayah dari anak itu) beranjak menuju tempat dimana malaikat kecil itu duduk dan memeluknya erat, dan tangisnyapun pecah tak terbendung dihadapan para jamaah.
Sungguh mengharukan, mungkin tidak ada seorang ayahpun yang tidak bangga terhadap anaknya seperti yang dirasakan imam tersebut.

Adhe : Adhe Shira

Rabu, 16 November 2016

Sejarah Gerakan Mahasiswa dari Kolonialisme Hingga Reformasi


Sejarah dunia adalah sejarah orang muda, apabila angkatan muda mati rasa, maka matilah sejarah sebuah bangsa "Pramoedya Ananta Toer"

           Di Indonesia, mahasiswa mempunyai peranan penting dalam mengubah sejarah kebangsaan dan perjalanan demokrasi. Catat saja bagaimana peranan mahasiswa mampu merubah wajah perpolitikan bangsa ini mulai dari zaman kolonialisme, kemerdekaan, orde baru Hingga Reformasi

            Dinamika gerakan mahasiswa menjadi bagian penting dalam setiap gerak sejarah Bangsa ini. Sejak Pra Kemerdekaan atau sebelum Proklamasi 17 Agustus 1945 di deklarasikan, kaum muda Indonesia utamanya mahasiswa sudah memperlihatkan peran penting mereka.

            Dinamika gerakan mahasiswa memang mewarnai kehidupan yang ada di Negara ini. Hitam-putih bangsa ini pun tak terlepas dari gerakan-gerakan mahasiswa. Dalam tulisan ini penulis mencoba menuliskan secara Ringkas dan Tidak meninggalkan Substansi sejarah Pergerakan Mahasiswa secara umum. Dengan itu Penulis membagi dalam 7 era ( angkatan ) yang memang tidak bisa boleh dilupakan oleh seluruh Generasi bangsa Indonesia.
1. Angkatan 1 (Era Kolonial/Orde Lama) 
           Tanggal 20 Mei 1908 berdiri organisasi Budi Utomo, Organisasi ini didirikan di Jakarta oleh mahasiswa-mahasiswa STOVIA. Budi Utomo lahir dengan watak yang mulai berani melawan kekuasaan Kolonialisme pada waktu itu. Hari kelahiran Budi Utomo dikemudian hari diperingati sebagai hari Kebangkitan Nasional. Tak Cuma mahasiswa Indonesia yang berkuliah didalam negeri saja, bahkan Mahasiswa-mahasiswa Indonesia yang ada diluar negeri pun mulai terbuka fikirannya. Di Belanda, Mohammad Hatta dkk mendirikan organisasi Indische Vereeninging  yang kemudian berubah nama menjadi Indonesische Vereeninging pada tahun 1922. Organisasi ini awalnya merupakan suatu wadah kelompok diskusi mahasiswa yang kemudian orientasi pergerakannya lebih jelas dalam hal politik. Indische Vereniging berganti nama menjadi Perhimpunan Indonesia untuk mengakomodasi semua orang Hindia (Indonesia) tanpa diskriminasi.
2. Angkatan 08 (Era Persatuan Bangsa) 
            Soetomo pada tanggal 19 oktober 1924 mendirikan Kelompok Studi Indonesia (Indonesische Studie-club). Tujuan utamanya adalah menyebarluaskan prinsip-prinsip persatuan dan solidaritas Indonesia. Indonesische Studiedub mempunyai misi untuk mendorong kaum terpelajar di kalangan orang-orang pribumi supaya memupuk kesadaran hidup bermasyarakat, pengetahuan politik, mendiskusikan masalah-masalah nasional dan sosial, serta bekerja sama untuk membangun Indonesia.

           Terbentuknya Indonesische Studiedub ini merangsang dibentuknya kelompok-kelompok studi di tempat lain, seperti di Bandung, Yogyakarta, Jakarta, Semarang, dan Solo. Selain ISC, kelompok studi yang paling aktif adalah Algemene Studiclub di Bandung, oleh Soekarno dan kawan – kawannya dari Sekolah Tinggi Teknik (ITB) yang di bentuk pada tanggal 11 Juli 1925. Pembentukan kelompok-kelompok diskusi ini merupakan bentuk kekecewaan mereka terhadap perkembangan pergerakan politik mahasiswa yang semakin tumpul pada masa itu. Kemudian pada tahun 1926, terbentuklah Organisasi Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPPI) yang merupakan organisasi yang berusaha untuk menghimpun seluruh mahasiswa di Indonesia dan lebih menyuarakan yang namanya wawasan kebangsaan dalam diri mahasiswa. Hal tersebut lah yang kemudian mereka realisasikan dengan menyelenggarakan sebuah kongres paling bersejarah dalam dunia kepemudaan mahasiswa di tanah air. Yaitu Kongres Pemuda II yang berlangsung di Jakarta pada 26-28 Oktober 1928 yang kemudian menghasilkan Sumpah Pemuda yang sangat bersejarah untuk bangsa ini.

3. Angkatan 45 ( Era Awal Pemerintahan Soekarno) 
          Kondisi pendidikan maupun kehidupan politik pada zaman pemerintahan Jepang jauh lebih represif dibandingkan dengan kolonial Belanda, antara lain dengan melakukan pelarangan terhadap segala kegiatan yang berbau politik, dan hal ini ditindak lanjuti dengan membubarkan segala organisasi pelajar dan mahasiswa, termasuk partai politik.

          Dalam perkembangan berikutnya, dari dinamika pergerakan nasional yang ditandai dengan kehadiran kelompok-kelompok studi, dan akibat pengaruh sikap penguasa Belanda yang menjadi Liberal, muncul kebutuhan baru untuk menjadi Partai Politik, terutama dengan tujuan memperoleh basis massa yang luas. Kelompok Studi Indonesia berubah menjadi Partai Bangsa Bangsa (PBI) , sedangkan Kelompok Studi Umum menjadi Perserikatan Nasional Indonesia (PNI). Secara umum kondisi pendidikan maupun kehidupan politik pada zaman pemerintahan Jepang jauh lebih represif dibandingkan dengan kolonial Belanda, antara lain dengan melakukan pelarangan terhadap segala kegiatan yang berbau politik; dan hal ini ditindak lanjuti dengan membubarkan segala organisasi pelajar dan mahasiswa, termasuk partai politik, serta insiden kecil di Sekolah Tinggi Kedokteran Jakarta yang mengakibatkan mahasiswa dipecat dan dipenjarakan. Praktis, akibat kondisi yang vacuum tersebut, maka mahasiswa kebanyakan akhirnya memilih untuk lebih mengarahkan kegiatan dengan berkumpul dan berdiskusi, bersama para pemuda lainnya terutama di asrama-asrama.

          Tiga asrama yang terkenal dalam sejarah, berperan besar dalam melahirkan sejumlah tokoh, adalah Asrama Menteng Raya, Asrama Cikini, Asrama kebon Sirih. Tokoh-tokoh inilah yang nantinya menjadi cikal bakal generasi 1945, yang menentukan kehidupan bangsa. Salah satu peran angkatan muda 1945 yang bersejarah, dalam kasus gerakan kelompok bawah tanah yang antara lain dipimpin oleh Chairul Saleh dan Soekarni saat itu, yang terpaksa menculik dan mendesak Soekarno dan Hatta agar secepatnya memproklamirkan kemerdekaan, peristiwa ini dikenal kemudian dengan peristiwa Rengasdengklok.

4. Angkatan 66 ( Kejatuhan Pemerintahan Soekarno & Era awal Rezim Soeharto)
            Pasca Kemerdekaan Indonesia ditahun 1945, gerakan-gerakan mahasiswa/ kaum muda tak pernah berhenti bahkan justru semakin menguat. Terbukti dari munculnya organisasi-organisasi mahasiswa di masing-masing kampus yang ada. Di era awal Kemerdekaan ini, banyak organisasi-organisasi mahasiswa yang sudah ada sejak zaman penjajahan kemudian terlahir kembali dengan terlebih dahulu mengalami penyatuan dengan organisasi-organisasi yang di pandang memiliki kesamaan terutama dalam landasan berfikir dan bergeraknya.

            Pergerakan Mahasiswa Katholik Indonesia ( PMKRI ) yang berfungsi sebagai organisasi pembinaan dan organisasi perjuangan mahasiswa katolik di sahkan pada tahun 1947 setelah mengalami peleburan dengan beberapa organisasi katholik lainnya, setelah itu terbentuk organisasi Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) yang juga merupakan hasil peleburan dengan organisasi-organisasi islam sebelumnya, kemudian terbentuk pula Perserikatan Perhimpunan Mahasiswa Indonesia (PPMI) yang didirikan melalui kongres mahasiswa di Malang. Memasuki tahun 1950, kemudian terbentuklah Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia ( GMKI ) mengusung spirit Kristiani dan juga embrio-embrionya sudah ada sejak zaman penjajahan, pada tahun 1954 kemudian lewat proses fusi beberapa organisasi, lahirlah Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia ( GmnI ) dengan mengusung Ideologi Marhaenisme, ajaran Soekarno.

             Kemudian lahir pula Gerakan Mahasiswa Sosialis ( GemSos ) yang berfaham Sosialis sementara pada tahun 1956 lahirlah Central-Gerakan Mahasiswa Indonesia ( C-GMI ) yang berfaham Komunis dan di tahun 1960 lahirlah Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia ( PMII ) yang bercorak Nahdatul Ulama. Di antara organisasi mahasiswa pada masa itu, GmnI dan CGMI lebih menonjol dengan PNI dan PKI yang tampil sebagai salah satu partai kuat hasil Pemilu 1955. CGMI dan GmnI secara berani menjalankan politik konfrontasi dengan organisasi mahasiswa lainnya, bahkan lebih jauh berusaha memengaruhi PPMI, kenyataan ini menyebabkan perseteruan sengit antara CGMI dengan HMI terutama dipicu karena banyaknya jabatan kepengurusan dalam PPMI yang direbut dan diduduki oleh CGMI dan juga GMNI-khususnya setelah Konggres V tahun 1961.

            Pertarungan sengit antara Organisasi Nasionalis dan Komunis melawan organisasi yang berbasis Agamis pun semakin menguat belum lagi dengan upaya dari ABRI yang dengan perlahan mendekati kelompok agamis guna merontokkan PKI yang merupakan basis pendukung Soekarno setelah PNI. Hal itu kemudian berujung pada meletusnya Gerakan 30 September 1966 atau yang disebut Bung Karno Gestok. Peristiwa tersebut menurut tafsiran Rezim Soeharto adalah upaya kudeta yang hendak dilakukan oleh PKI namun berhasil digagalkan sementara banyak yang berpendapat hal itu adalah rekaya dari Amerika untuk menghancurkan pengaruh Komunisme serta menggulingkan pemerintahan Soekarno yang terkenal anti terhadap Amerika dkk ( Nekolim ).

              Tanggal 25 Oktober 1966 yang merupakan hasil kesepakatan sejumlah organisasi yang berhasil dipertemukan oleh Menteri Perguruan Tinggi dan Ilmu Pendidikan (PTIP) Mayjen dr. Syarief Thayeb, yakni PMKRI, HMI,PMII,Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI), Sekretariat Bersama Organisasi-organisasi Lokal (SOMAL), Mahasiswa Pancasila (Mapancas), dan Ikatan Pers Mahasiswa (IPMI) terbentuklah Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia ( KAMI ). Tujuan pendiriannya, terutama agar para aktivis mahasiswa dalam melancarkan perlawanan terhadap PKI menjadi lebih terkoordinasi dan memiliki kepemimpinan. Munculnya KAMI diikuti berbagai aksi lainnya, seperti Kesatuan Aksi Pelajar Indonesia (KAPI), Kesatuan Aksi Pemuda Pelajar Indonesia (KAPPI), Kesatuan Aksi Sarjana Indonesia (KASI), dan lain-lain. Kesatuan-kesatuan Aksi tersebut dibantu dengan Militer ( Angkatan Darat ) yang kemudian melancarkan aksi berupa demonstrasi serta terror kepada pemerintahan Soekarno dan Organisasi-organisasi pendukungnya. Praktis GmnI serta C-GMI menjadi sorotan utama mereka, penangkapan hingga penahanan terhadap pimpinan-pimpinan 2 organisasi tersebut pun dilakukan. Tak hanya itu, gerakan-gerakan mahasiswa/gerakan pemuda pun terlibat dalam aksi pemusnahan simpatisan ( masyarakat yang di cap komunis ) diberbagai daerah yang ada di Indonesia. Aksi-aksi yang terus dilakukan pun menjadi salah satu gelombang yang menggulung pemerintahan Soekarno.

             Lewat surat “misteri” Perintah Sebelas Maret ( SUPERSEAMAR ) Pemerintahan Soekarno perlahan mulai dilucuti dan pada akhirnya 1 Juli 1966, Soeharto ditunjuk sebagai pejabat presiden berdasarkan Tap MPRS No XXXIII/1967 pada 22 Februari 1967. Selaku pemegang Ketetapan MPRS No XXX/1967, Soeharto kemudian menerima penyerahan kekuasaan pemerintahan dari Presiden Soekarno. Melalui Sidang Istimewa MPRS, pada 7 Maret 1967, Soeharto ditunjuk sebagai pejabat presiden sampai terpilihnya presiden oleh MPR hasil pemilihan umum. Naiknya Soeharto menjadi Presiden menjadi angin segar bagi para tokoh-tokoh mahasiswa angkatan 66 yaitu dengan banyak yang duduk di kursi DPR/MPR serta diangkat dalam kabibet pemerintahan Orde Baru.

             Cosmas Batubara (Eks Ketua Presidium KAMI Pusat), Sofyan Wanandi, Yusuf Wanandi ketiganya dari PMKRI, Akbar Tanjung dari HMI dll pun berada dalam lingkaran pemerintahan Rezim Soeharto.

5. Angkatan 75 ( Era Kebangkitan Perlawanan Terhadap Rezim) 
         Ditahun-tahun ini, ada perbedaan dalam karakter berjuang Gerakan Mahasiswa dengan pendahulu-pendahulu mereka. jika angkatan 66 disokong oleh kekuatan militer, angkatan 74 justru berhadapan dengan militer. Sebelum gerakan mahasiswa 1974 meledak, bahkan sebelum menginjak awal 1970-an, sebenarnya para mahasiswa telah melancarkan berbagai kritik dan koreksi terhadap praktek kekuasaan rezim Orde Baru, seperti:
• Golput yang menentang pelaksanaan pemilu pertama pada masa Orde Baru pada 1972 karena Golkar dinilai curang. 
• Gerakan menentang pembangunan Taman Mini Indonesia Indah pada 1972 yang menggusur banyak rakyat kecil yang tinggal di lokasi tersebut. Diawali dengan reaksi terhadap kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM), aksi protes lainnya yang paling mengemuka disuarakan mahasiswa adalah tuntutan pemberantasan korupsi. Lahirlah, selanjutnya apa yang disebut gerakan “Mahasiswa Menggungat” yang dimotori Arif Budiman yang merupakan Kakak dari Soe Hok Gie, salah satu aktivis angkatan 66.

              Berbagai borok pembangunan dan demoralisasi perilaku kekuasaan rezim Orde Baru terus mencuat. Menjelang Pemilu 1971, pemerintah Orde Baru telah melakukan berbagai cara dalam bentuk rekayasa politik, untuk mempertahankan dan memapankan status quo dengan mengkooptasi kekuatan-kekuatan politik masyarakat antara lain melalui bentuk perundang-undangan. Misalnya, melalui undang-undang yang mengatur tentang pemilu, partai politik, dan MPR/DPR/DPRD. Muncul berbagai pernyataan sikap ketidakpercayaan dari kalangan masyarakat maupun mahasiswa terhadap sembilan partai politik dan Golongan Karya sebagai pembawa aspirasi rakyat. Sebagai bentuk protes akibat kekecewaan, mereka mendorang munculnya Deklarasi Golongan Putih (Golput) pada tanggal 28 Mei 1971 yang dimotori oleh Arif Budiman, Adnan Buyung Nasution, Asmara Nababan.

              Protes terus berlanjut. Tahun 1972, dengan isu harga beras naik, berikutnya tahun 1973 selalu diwarnai dengan isu korupsi sampai dengan meletusnya demonstrasi memprotes PM Jepang Kakuei Tanaka yang datang ke Indonesia dan peristiwa Malari pada 15 Januari 1974. Peristiwa Malari (Malapetaka Limabelas Januari) adalah peristiwa demonstrasi mahasiswa dan kerusuhan sosial yang terjadi pada 15 Januari 1974. Peristiwa itu terjadi saat Perdana Menteri (PM) Jepang Tanaka Kakuei sedang berkunjung ke Jakarta (14-17 Januari 1974).
             Mahasiswa merencanakan menyambut kedatangannya dengan berdemonstrasi di Pangkalan Udara Halim Perdanakusuma. Karena dijaga ketat, rombongan mahasiswa tidak berhasil menerobos masuk pangkalan udara. Tanggal 17 Januari 1974 pukul 08.00, PM Jepang itu berangkat dari Istana tidak dengan mobil, tetapi diantar Presiden Soeharto dengan helikopter dari Bina Graha ke pangkalan udara. Kedatangan Ketuaa Inter-Governmental Group on Indonesia (IGGI), Jan P. Pronk dijadikan momentum untuk demonstrasi antimodal asing.

Klimaksnya, kedatangan PM Jepang, Januari 1974, disertai demonstrasi dan kerusuhan.

6. Angkatan 77/78 ( Era NKK/BKK)
           Setelah peristiwa Malari, hingga tahun 1975 dan 1976, berita tentang aksi protes mahasiswa nyaris sepi. Mahasiswa disibukkan dengan berbagai kegiatan kampus. Menjelang dan terutama saat-saat antara sebelum dan setelah Pemilu 1977, barulah muncul kembali pergolakan mahasiswa yang berskala massif. Pada sekitra Juli 1977, Pemerintah mencoba untuk mendekati mahasiswa, Tim Dialog Pemerintah yang akan berkampanye di berbagai perguruan tinggi pun dibentuk. Namun, upaya tim ini ditolak oleh mahasiswa. Hal itu kemudian berimbas pada pendudukan militer atas kampus-kampus karena mahasiswa dianggap telah melakukan pembangkangan politik, penyebab lain adalah karena gerakan mahasiswa 1978 lebih banyak berkonsentrasi dalam melakukan aksi diwilayah kampus. Karena gerakan mahasiswa tidak terpancing keluar kampus untuk menghindari peristiwa tahun 1974, maka akhirnya mereka diserbu militer dengan cara yang brutal.

              Hal ini kemudian diikuti oleh dihapuskannya Dewan Mahasiswa dan diterapkannya kebijakan NKK/BKK di seluruh Indonesia. Setelah gerakan mahasiswa 1978, praktis tidak ada gerakan besar yang dilakukan mahasiswa selama beberapa tahun akibat diberlakukannya konsep Normalisasi Kehidupan Kampus/Badan Koordinasi Kemahasiswaan (NKK/BKK) oleh pemerintah secara paksa. Kebijakan NKK dilaksanakan berdasarkan SK No.0156/U/1978 sesaat setelah Dooed Yusuf dilantik tahun 1979. Konsep ini mencoba mengarahkan mahasiswa hanya menuju pada jalur kegiatan akademik. Menyusul pemberlakuan konsep NKK, pemerintah dalam hal ini Pangkopkamtib Soedomo melakukan pembekuan atas lembaga Dewan Mahasiswa, sebagai gantinya pemerintah membentuk struktur keorganisasian baru yang disebut BKK. Berdasarkan SK menteri P&K No.037/U/1979 kebijakan ini membahas tentang Bentuk Susunan Lembaga Organisasi Kemahasiswaan di Lingkungan Perguruan Tinggi, dan dimantapkan dengan penjelasan teknis melalui Instruksi Dirjen Pendidikan Tinggi tahun 1978 tentang pokok-pokok pelaksanaan penataan kembali lembaga kemahasiswaan di Perguruan Tinggi. Kebijakan BKK itu secara implisif sebenarnya melarang dihidupkannya kembali Dewan Mahasiswa, dan hanya mengijinkan pembentukan organisasi mahasiswa tingkat fakultas (Senat Mahasiswa Fakultas-SMF) dan Badan Perwakilan Mahasiswa Fakultas (BPMF).

             Namun hal yang terpenting dari SK ini terutama pemberian wewenang kekuasaan kepada rektor dan pembantu rektor untuk menentukan kegiatan mahasiswa, yang menurutnya sebagai wujud tanggung jawab pembentukan, pengarahan, dan pengembangan lembaga kemahasiswaan. Dengan konsep NKK/BKK inilah kemudian muncul “stempel” organisasi intra ( internal ) dan ekstra ( eksternal ) kampus yang tentu saja gunanya memecah konsentrasi gerakan mahasiswa dengan mencoba menyibukkan mahasiswa dengan aktivitas yang tidak bersentuhan dengan rakyat. Di awal-awal tahun 80-an muncul kelompok-kelompok studi sebagai alternatif terhadap suasana birokratis dan apolitis wadah intra kampus. Dalam perkembangannya eksistensi kelompok ini mulai digeser oleh kehadiran wadah-wadah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang tumbuh subur pula sebagai alternatif gerakan mahasiswa.

7. Angkatan 98 ( Detik-Detik Tumbangnya Soeharto/Era Reformasi) 
            Memasuki awal tahun 1990-an, di bawah Mendikbud Fuad Hasan kebijakan NKK/BKK dicabut dan sebagai gantinya keluar Pedoman Umum Organisasi Kemahasiswaan (PUOK).

              Melalui PUOK ini ditetapkan bahwa organisasi kemahasiswaan intra kampus yang diakui adalah Senat Mahasiswa Perguruan Tinggi (SMPT), yang didalamnya terdiri dari Senat Mahasiswa Fakultas (SMF) dan Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM). Namun tetap saja PUOK ini bertujuan mengekang aktivitas Gerakan Mahasiswa, bahkan cenderung lebih tersistematis hingga mahasiswa benar-benar nyaris tidak memiliki waktu untuk melebur bersama rakyat karena disibukkan dengan kegiatan kampus mereka. Krisis moneter pada pertengahan tahun 1997 pun menjadi momen bagi Gerakan Mahasiswa untuk kembali muncul. Kelompok-kelompok diskusi ataupun organisasi-organisasi yang selama ini “bersembunyi” mulai memberanikan diri untuk tampil. Namun para analis asing kerap menyoroti percepatan gerakan pro-demokrasi pasca Peristiwa 27 Juli 1996 Peristiwa 27 Juli 1996, disebut sebagai Peristiwa Kudatuli ( KERUSUHAN DUA PULUH TUJUH JULI) adalah peristiwa pengambilalihan secara paksa kantor DPP Partai Demokrasi Indonesia (PDI) di Jl Diponegoro 58 Jakarta Pusat yang saat itu dikuasai pendukung Megawati Soekarnoputri. Penyerbuan dilakukan oleh massa pendukung Soerjadi (Ketua Umum versi Kongres PDI di Medan) serta dibantu oleh aparat dari kepolisian dan TNI yang memang sudah gerah dengan tindak-tanduk Megawati bersama dengan aktvis gerakan mahasiswa yang secara terang-terangan mengecam pemerintahan rezim Soeharto. Peristiwa ini meluas menjadi kerusuhan di beberapa wilayah di Jakarta, khususnya di kawasan Jalan Diponegoro, Salemba, Kramat. Beberapa kendaraan dan gedung terbakar.

              Budiman Sudjatmiko ( aktivis Partai Rakyat Demokratik ) mendapat hukuman terberat, yakni 13 tahun penjara sementara yang lain banyak yang bersembunyi menghindari pengejaran militer. Ditahun-tahun itulah kemudian harga-harga kebutuhan melambung tinggi, daya beli masyarakat pun berkurang. Tuntutan mundurnya Soeharto menjadi agenda nasional gerakan mahasiswa. Ibarat gayung bersambut, gerakan mahasiswa dengan agenda reformasi mendapat simpati dan dukungan dari rakyat. menjelang pelaksanaan Pemilihan Umum (Pemilu) tahun 1997 dan Sidang Umum Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) tahun 1998 terjadilah penculikan kepada para aktivis aktivis pro-demokrasi yang terjadi Peristiwa penculikan ini dipastikan berlangsung dalam tiga tahap: Menjelang pemilu Mei 1997, dalam waktu dua bulan menjelang sidang MPR bulan Maret, sembilan di antara mereka yang diculik selama periode kedua dilepas dari kurungan dan muncul kembali. Beberapa di antara mereka berbicara secara terbuka mengenai pengalaman mereka.

            Tapi tak satu pun dari mereka yang diculik pada periode pertama dan ketiga muncul. Selama periode 1997/1998, KONTRAS (Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan) mencatat 23 orang telah dihilangkan oleh alat-alat negara. Dari angka itu, 1 orang ditemukan meninggal (Leonardus Gilang), 9 orang dilepaskan penculiknya, dan 13 lainnya masih hilang hingga hari ini Sembilan aktivis yang dilepaskan adalah: 1. Desmond Junaidi Mahesa, diculik di Lembaga Bantuan Hukum Nusantara, Jakarta, 4 Februari 1998 2. Haryanto Taslam , 3. Pius Lustrilanang, diculik di panpan RSCM, 2 Februari 1998 [ 4. Faisol Reza, diculik di RSCM setelah konferensi pers KNPD di YLBHI, Jakarta, 12 Maret 1998 5. Rahardjo Walujo Djati, diculik di RSCM setelah konferensi pers KNPD di YLBHI, Jakarta, 12 Maret 1998 6. Nezar Patria, diculik di Rumah Susun Klender, 13 Maret 1998 7. Aan Rusdianto, diculik di Rumah Susun Klender, 13 Maret 1998 8. Mugianto, diculik di Rumah Susun Klender, 13 Maret 1998 9. Andi Arief, diculik di Lampung, 28 Maret 1998 Ke-13 aktivis yang masih hilang dan belum kembali berasal dari berbagai organisasi, seperti Partai Rakyat Demokratik, PDI Pro Mega, Mega Bintang, dan mahasiswa ; 1. Petrus Bima Anugrah (mahasiswa Unair dan STF Driyakara, aktivis SMID. Hilang di Jakarta pada 30 Maret 1998) [14] 2. Herman Hendrawan (mahasiswa Unair, hilang setelah konferensi pers KNPD di YLBHI, Jakarta, 12 Maret 1998) [15] 3. Suyat (aktivis SMID. Dia hilang di Solo pada 12 Februari 1998) 4. Wiji Thukul (penyair, aktivis JAKER. Dia hilang diJakarta pada 10 Januari 1998) 5. Yani Afri (sopir, pendukung PDI Megawati, ikut koalisi Mega Bintang dalam Pemilu 1997, sempat ditahan di Makodim Jakarta Utara. Dia hilang di Jakarta pada 26 april 1997) 6. Sonny (sopir, teman Yani Afri, pendukung PDI Megawati. Hilang diJakarta pada 26 April 1997) 7. Dedi Hamdun (pengusaha, aktif di PPP dan dalam kampanye 1997 Mega-Bintang. Hilang di Jakarta pada 29 Mei 1997) 8. Noval Al Katiri (pengusaha, teman Deddy Hamdun, aktivis PPP. Dia hilang di Jakarta pada 29 Mei 1997) 9. Ismail (sopir Deddy Hamdun. Hilang di Jakarta pada 29 Mei 1997) 10. Ucok Mundandar Siahaan (mahasiswa Perbanas, diculik saat kerusuhan 14 Mei 1998 di Jakarta) 11. Hendra Hambali (siswa SMU, raib saat kerusuhan di Glodok, Jakarta, 15 Mei 1998) 12. Yadin Muhidin (alumnus Sekolah Pelayaran, sempat ditahan Polres Jakarta Utara. Dia hilang di Jakarta pada 14 Mei 1998) 13. Abdun Nasser (kontraktor, hilang saat kerusuhan 14 Mei 1998, Jakarta) Mugiyanto, Nezar Patria, Aan Rusdianto (korban yang dilepaskan) tinggal satu rumah di rusun Klender bersama Bimo Petrus (korban yang masih hilang). Faisol Reza, Rahardjo Walujo Djati (korban yang dilepaskan), dan Herman Hendrawan (korban yang masih hilang) diculik setelah ketiganya menghadiri konferensi pers KNPD di YLBHI pada 12 Maret 1998. Hari demi hari demonstrasi bertambah gencar dilaksanakan oleh para mahasiswa, terutama setelah pemerintah mengumumkan kenaikan harga BBM dan ongkos angkutan pada tanggal 4 Mei 1998. Agenda reformasi yang menjadi tuntutan para mahasiswa mencakup beberapa tuntutan, seperti:
 Adili Soeharto dan Kroni-Kroninya
Laksanakan Amandemen UUD 1945
Hapuskan Dwi Fungsi ABRI
Pelaksanaan Otonomi Daerah Yang Seluas-Seluasnya
Tegakkan Supremasi Hukum
Ciptakan Pemerintahan yang bersih dari KKN Gedung Parlemen, Yaitu Gedung Nusantara dan Gedung-Gedung DPRD di daerah 
Tuntutan di atas yang menjadi tujuan utama mahasiswa dari berbagai kota di Indonesia.

           Seluruh elemen mahasiswa yang berbeda paham dan aliran dapat bersatu dengan satu tujuan untuk menurunkan Soeharto. Dalam gerakan mahasiswa pada tahun 1998, Forum Kota bersama FKSMJ tercatat oleh sejarah sebagai organ gerakan mahasiswa pertama yang memasuki Gedung DPR/MPR pada tanggal 18 Mei 1998. pada awalnya Forkot beranggotakan 16 kampus yang memilki akar sejarah pergerakan mahasiswa seperti UKI (Universitas Kristen Indonesia), IKIP Jakarta (sekarang Universitas Negeri Jakarta), IAIN Syarif Hidayatullah, Unas (Universitas Nasional), ISTN (Institut Sains dan Teknologi Nasional), Atmajaya, Institut Teknologi Indonesia, Universitas Jayabaya dan lain sebagainya. Kemudian jumlah itu sempat membengkak menjadi 70-an lebih kampus. Forum Kota sendiri dibentuk untuk menyatukan Gerakan yang ada dikampus-kampus seputar Jakarta, dengan Adian Napitupulu sebagai salah satu pengagasnya. Ditahun ini pula lahir salah satu organisasi mahasiswa bernama KAMMI ( Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia ) yang berbasis mahasiswa Muslim dengan mengambil momentum pada pelaksanaan Forum Silahturahmi Lembaga Dakwah Kampus (FS-LDK) X se-Indonesia yang diselenggarakan di Universitas Muhammadiyah Malang (UMM). Acara ini dihadiri oleh 59 LDK yang berafiliasi dari 63 kampus (PTN-PTS) diseluruh Indonesia . Jumlah peserta keseluruhan kurang lebih 200 orang yang notabenenya adalah mahasiswa yang aktif di lembaga dakwah kampus. Fahry Hamzah ( Politikus Partai Keadilan Sejahtera ) terpilih menjadi Ketua Umum pertama. Selanjutnya didalam Gerakan 1998 yang menuntut reformasi dan dihapuskannya “KKN” (korupsi, kolusi dan nepotisme) pada 1997-1998, lewat pendudukan gedung DPR/MPR oleh ribuan mahasiswa, akhirnya memaksa Presiden Soeharto melepaskan jabatannya. Berbagai tindakan represif yang menewaskan aktivis mahasiswa dilakukan pemerintah untuk meredam gerakan ini di antaranya:
Peristiwa Cimanggis, Peristiwa Gejayaan, Tragedi Trisakti,  Tragedi Semanggi I & II,  Tragedi Lampung

           Gerakan ini terus berlanjut hingga pemilu 1999. Dalam peristiwa-perisitiwa inilah beberapa nama mahasiswa pun tercatat menjadi korban hingga kehilangan nyawa.

8. Angkatan Pasca Reformasi ( Era Demokrasi )
           Ditahun-tahun pasca reformasi, Gerakan mahasiswa bisa dikatakan kehilangan daya juang mereka. hingga saaat ini 16 tahun pasca Gerakan 1998 bergulir, tidak ada gerakan mahasiswa yang bisa dikatakan massif terjadi. Selain dari gagalnya agenda reformasi yang banyak diakui oleh para aktivis reformasi, agenda reformasi pun digagalkan oleh kemunculan reformis-reformis gadungan. Selain itu tak sedikit pula Aktivis era 74, 76/77 hingga 98 justru seakan kehilangan idealismenya ketika bersepakat untuk ikut dalam politik transaksional yang menyengsarakan rakyat dan tak tangggung-tanggung stempel “ mantan aktivis “ pun seolah menjadikan mereka komoditas unggul dalam pasar partai politik. 
             Era kebebasan yang didapatkan setelah Selama 32 tahun terkungkung dalam baying kekejaman rezim Soeharto pun seakan terlewati begitu saja. Gerakan-gerakan mahasiswa justru tidak memaknai kebebasan tersebut sebagai alat untuk memperjuangkan cita-cita kemerdekaan, sebaliknya organisasi-organisasi mahasiswa justru seakan dinina bobokan dengan kebebasan tersebut. Bisa dikatakan hingga kini dari sekian banyaknya organisasi mahasiswa yang ada, tak banyak yang masih berada di jalur yang semestinya, dimana tetap berada dalam barisan rakyat. belum terhapusnya pola berfikir peninggalan Rezim Soeharto ( organisasi internal dan eksternal kampus ) dan diperparah dengan tida adanya upaya untuk duduk bersama dan bergerak bersama ditengah lingkaran rakyat semakin menambah kemunduran gerakan. Hal itulah yang seharusnya menjadi PR untuk diselesaikan bersama saat ini, bahwa tak ada yang membedakan antara Internal dan eksternal karena mereka memiliki tangggung jawab yang sama yakni bagaimana menegakkan Tri Darma Perguruan Tinggi. Dari sedikit catatan-catatan gerakan pemuda/Mahasiswa diatas, sudah semestinya kita kembali untuk memulai merubah pola berfikir serta berjuang kita. Pola fikir yang cenderung reformis, kompromi terhadap hal-hal yang justru kita tahu menyengsarakan rakyat, pola berfikir yang birokratis, elitis, kariris ataupun oportunis itu pun harus dihilangkan. 
              Selain itu pula, kita sudah seharusnya semakinmendekatkan diri kepada rakyat, apalagi kita percaya bahwa perubahan hanya bisa terjadi dengan kekuatan perjuangan bersama rakyat. Dan yang menjadi tugas yang tak kalah pentingnya adalah menyingkirkan pola berfikir peninggalan rezim Soeharto yang mengkotak-kotakkan yang memisahkan antara gerakan rakyat dengan gerakan mahasiswa, yang memisahkan atau memberikan identitas adanya organisasi internal maupun eksternal, karena tak ada gunanya lagi kita meributkan hal itu, memperdebatkan hal yang sama sekali tidak akan merubah kehidupan atau keberlangsungan berbangsa-bernegara.                          Bahkan sudah saatnya organisasi-organisasi ataupun Lembaga-lembaga Mahasiswa untuk saling melingkar bersama, berdiskusi serta bergerak bersama-sama untuk melanjutkan cita-cita para kemerdekaan, Membangun suatu tatanan dunia, dimana semua manusia hidup bergandengan tangan, tanpa penindasan bangsa atas bangsa, tanpa penghisapan manusia atas manusia. Tulisan ini terutama dipersembahkan kepada seluruh kawan-kawan gerakan, semoga bermanfaat. Rakyat bersatu tak bisa dikalahkan !!! Merdeka !!!

Penulis : Adhe Shira